Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2018

Kamus Olok-olok Politik Dunia Maya

Apakah anda golongan Bani Taplak, Bani Onta, Cebong, Cebonger, Kodok, kaum bumi datar, kaum sumbu pendek, otak micin, Jokower, Ahoker atau Wowoker ? Dari golongan manapun Anda, sebaiknya pahami dulu arti istilah-istilah itu agar tidak salah tulis dan sebut saat memaki. Karena memaki di dunia maya, sama seperti di dunia nyata: pakai aturan. Dasar aturannya UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) atau Undang Undang nomor 11 tahun 2008. Undang-undang ini mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum. Maka hati-hatilah dengan jempolmu karena dia bisa menjebloskanmu ke penjara. Istilah-istilah yang disebut diawal tadi, hanya beberapa dari yang seliweran di timeline jejaring sosial. Mereka yang alergi atau malas membaca kegaduhan politik di dunia maya pasti tertinggal informasi ini. Istilah tersebut menjadi bahasa "resmi", penyambung syaraf perang antara para pendukung dua kubu politik. Seperti kita tahu, p

Urus STNK Cepat Tanpa Calo di Bekasi

Sebelum mengurus sendiri perpanjangan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) mobil pada Senin (22/1/2018) siang, saya masih punya anggapan bahwa pola pelayanan di tempat itu dikuasai oknum calo (cabang loket) . Ternyata saya keliru. Jika persyaratan baku sudah lengkap ( fotocopy dan asli KTP, STNK, dan BPKB) maka petugas sekuriti di front office  akan membantu menyusun berkas-berkas yang kita bawa tersebut serta informasi lainnya, tanpa ada calo di sekitarnya. GOR Bekasi (tis)  Pernah di masa lalu, saya senewen dan nyaris stress saat mengurus perpaniang STNK motor di kantor Samsat Jl Daan Mogot, Jakarta. Bagaimana tidak, jika petunjuk dan info persyaratan tak jelas ada dimana. Keberadaannya sangat menantang adrenalin dan gelap. Kondisi itu membuat saya berimprovisasi saat menyusun berkas persyaratan yang jadi "rintangan" yang tak kalah menggetarkan. Jika kita salah menaruh letak fotocopy satu berkas saja, misal STNK di bagian bawah KTP atau sebaliknya maka hal

Gaduh Beras Impor

Proses menanam padi di sawah Desa Simo,  Boyolali, Jawa Tengah. (tis)  Mendadak beras jadi isu nasional di antara ratusan berita di media massa dan media sosial. Mulai dari pejabat level menteri sampai petani bicara soal beras. Ada apa, gerangan? Konon stok beras Indonesia sudah menipis. Pemerintah tak mau terlihat kendor di hadapan hoaxer.  Isu ditepis terlanjur berkembang, rakyat meringis petani pun gamang. Sementara masih ramai berdiri warung Tegal, warung Padang, restoran siap saji, warung pecel lele, gerobak angkringan dan kafe-kafe penjual kuliner berbahan dasar beras. Saya sebetulnya  masa bodo amat . Selama beras (putih) bisa dibeli, tak perlu khawatir. Tapi kali ini urusan beras agak menghantui sejak melek mata sampai mau tidur. Bukankah selama ada tempat jajanan kuliner, itu pertanda Indonesia aman soal pasokan beras? Setidaknya ini pandangan awam saya. Belum lama di Papua, puluhan warga suku Asmat meninggal dunia akibat terserang campak dan gizi buruk. Kemudian

Out Of The Press

Jumat (12/1/2018) seorang kawan -- mantan wartawan yang juga pegiat sastra -- mem posting tempat kerjanya yang baru. Dia menggelar lapak pakaian di lapangan dan siap memulai sebuah perjalanan bisnis. Nanti saya akan cerita soal kawan saya ini. Dua pekan sebelumnya, beberapa teman wartawan menandai saya di postingan akun Facebook mereka. Saya juga melihatnya di Instagram . Postingan  produk kopi kemasan merk "Aloya" itu berbahan baku kopi dari Temanggung, Jawa Tengah lalu dibawa ke toko di Medan, Sumatera. Produk kopi ini milik Susi Ivvaty mantan wartawan pegiat sastra dan kebudayaan. Seorang teman wartawan lainnya, Agus Asianto dan Frieta istrinya juga memperkenalkan bisnis kuliner merek "Ayam Gosong" di Depok, Jawa Barat. Sebulan yang lalu dia mengunduh info menu baru tersebut di dinding akun Facebook miliknya. Menurut yang sudah mencicipi ayam goreng ini, rasanya enak dan gurih. "Gosong cuma namanya saja, mungkin karena sebelum dimasak diren

Passion Dan Kesempatan

Sering menyimak pergaulan orang-orang film, membuat saya agak kebal sanjungan, tidak mudah GR  ( gedhe rumongso/ gede rasa) disebut 'punya tampang' menjadi pemain film. Bahkan, ketika seorang produser film ngasih kode kesempatan itu, saya abaikan. Bukannya sok jual mahal, juga bukan minder tapi bisikan dalam hati melarang saya berada di sana saat itu. "Nanti-nanti sajalah," begitu saya membatin. Tahun 2015 ada yang menawari saya berbisnis mengelola bioskop. Tertariklah saya, tapi belum tergugah. Padahal yang menawari jagoan bioskop. "Lain kali saja," kata saya menolak halus. Kesempatan itu saya syukuri. Pertama, karena saya dianggap mampu di bidang yang tidak pernah terlintas di benak. Kepercayaan orang kepada kita adalah doa yang baik, jadi wajib diaminkan. Amin.. Kedua, saya bersyukur karena tawaran/ kesempatan itu hanya sebagian dari yang saya ambil dan lewati. Artinya, banyak kesempatan dari lingkup industri perfilman. Tetapi kita tidak selalu

Difteri dan Kencing Unta

Waktu mau sarapan tadi, Ajeng anak saya bercerita soal rencananya disuntik vaksin difteri di sekolah. "Aku harus makan banyak sekarang, pah. Kata Bu Guru, ntar mau disuntik difteri," katanya sambil menyimak saya menggoreng nasi kesukaannya di dapur, Senin (8/1/2018) pagi. Meracik nasi goreng relatif praktis, hanya mencampurkan bumbu  sachet-an , telur dan nugget  maka jadilah. Jangan lupa beri sedikit kecap manis, agar lebih sempurna. Kalau lagi iseng, seperti pagi itu saya sigap main di dapur. Salahsatu keahlian saya selain memasak air, goreng kerupuk, bikin telur dadar/ ceplok, ya bikin nasi goreng. Pernah juga membuat kepala ikan kakap bumbu kuning hasil menyontek menu di internet. Rasanya lumayan mirip seperti di warung Padang. Setidaknya menurut lidah saya, dan orang rumah tidak ada yang komplain. Biasanya saya mengolah sendiri bumbu yaitu cabe rawit, cabe merah, bawang merah, bawang putih, sedikit terasi dan garam diulek halus. Setelah itu panaskan minyak p

Repotnya Ngislam di Indonesia

Asyiknya jadi sandal, tidak saling menghujat. (tis)  Terlahir dari orangtua (ibu) yang di ujung hayatnya beragama Katolik, sempat membuat saya gamang mendoakan ibu dengan cara keyakinan saya: Rabbighfirlii waliwalidayya warhamhumaa kama rabbayani shagiran..  Berdasarkan beberapa dalil yang saya baca, doa orang Islam tidak akan sampai kepada kafir walaupun itu kerabat dekat, termasuk ibu. Putus tus . Seperti menelpon tapi pulsanya habis. Hanya terdengar nada tuut..tuuut..tuutt! Tapi rindu dan cinta pada ibu tidak pernah pupus. Kalau berdoa untuk ibu tidak sampai, pakai cara apa dong supaya kangen ini tersambung? Masak, gak ada opsi lain? Tapi memang tidak ada dalil lain yang bisa menolong. Bagaimanapun,  ibu akan selalu di hati, tidak pernah pergi. Cinta dan sayang itulah pengganti doa. Masak sih, ibu tidak bisa ditolong dengan doa anaknya yang saleh ini? Jadi, doa saya kepada orangtua hanya sampai untuk almarhum bapak yang lebih dulu pergi karena beliau muslim. Juga untuk ne

Keringat Awal Tahun 2018

Ini foto ilustrasi dari google..  Sudah cukup lama, sekitar empat tahun saya tidak ikut main bola volley bersama warga di perumahan. Senin 1 Januari 2018 saya tak bisa menghindari ajakan warga: selain masih suasana libur, juga baru mandi. Masih segar. Ketika keluar rumah, warga sedang pasang net. Saya diteriaki supaya bergabung. Tak terasa 4 babak saya habiskan sore kemarin itu. Tak terasa juga jika selama itu saya tertawa lepas saling ejek tetangga, dalam konteks bercanda. Para pemain volley tarkam  ini berusia dibawah 50 tahun. Mereka para tetangga umumnya pekerja, sebagian setiap Sabtu-Minggu atau hari libur memilih hangout main volley di lapangan fasilitas umum di depan rumah saya. Mereka masih layak jadi spiker , melompat dan memukul bola di atas net. Tidak selalu keras, tapi cukup membuat pertahanan tim sebelah kewalahan mengolah bola untuk membangun serangan balasan. Biasanya spiker mujur seperti ini dielu-elukan. Sementara  spiker lainnya berusaha melakukan sma