Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Saat Joan & Ayu "Idol" nembang Come Together

Panggung Top 10 Spektakuler Show Indonesian Idol pada hari Selasa (13/2/2018) malam sangat berarti dengan penampilan duet Joan dan Ayu. Lagu  Come Together milik The Beatles begitu segar mereka bawakan dengan karakter vokal berbeda. Sajian malam itu benar-benar memanjakan alat pandang dengar penonton di dalam mau pun di luar studio. Ada makna tersirat dari aksi Joan dan Ayu, yang menunjukkan semangat persatuan, kebersamaan, untuk menjadi yang terbaik; new Indonesian Idol!. Panggung malam itu secara tidak langsung menjadi saksi betapa kuat sikap saling menjaga secara estetika dan artistik. Joan menggebrak meraung di bait pertama (dari empat bait) lagu ciptaan John Lennon tersebut. Gadis berambut keriting kontestan asal Papua itu langsung menguasai panggung acara yang disiarkan oleh stasiun televisi RCTI. Tubuh Joan relatif berat cukup sepadan dengan rasa percaya dirinya. Dia cantik lincah bergerak, enerjik dan tentu saja powerfull bernyanyi dengan langgam vokal gospel- nya

Hidup Terkadang Ngehek, Kawan!

Tidak semua rencana yang kita rancang selalu berjalan linier. Sangat mungkin ada ganjalan. Sebab, roda kehidupan berputar. Sebuah pesan Whatsapp , pada pertengahan Januari 2018 mampir di gawai cerdas saya. Isinya cukup membetot pikiran, seperti menjambak posisi dari tempat yang saya rasa cukup ideal selama belasan tahun di perfilman. Mungkin saya terlalu asik, atau terlena di dalamnya. "Saya sudah dapetin fotomu dari facebook untuk dibikin ID Card. Tinggal foto KTP yang harus dikirim. Sekarang, ya," perintah tertulis dari Fawzie, teman lama di Harian Terbit . Di koran sore milik Menteri Penerangan Harmoko -- sebelum dijual ke pihak lain tahun 2014 -- itu Fawzie bertugas di bagian pemasaran dan periklanan. Sebuah foto ID Pers (kartu pengenal) menyusul dibawah "perintahnya". Kartu pengenal itu bertuliskan nama Koran OK OCE.  Di bagian bawahnya terpasang foto close up  wajah saya produksi tahun 2011. Lalu di bawahnya lagi tertulis nama dan jabatan: REDAKT

Merawat Ide Sejak Dalam Pikiran

Ketika mulai menulis ini, saya membayangkan suasana di dalam biskota Jakarta sebelum ada busway yang nyaman. Saya mengalami sebagai pengguna biskota waktu itu; gerah, penuh aneka aroma parfum dan bau badan. Semua bercampur aduk. Penumpang bis adalah ide yang setiba di terminal (seperti Pulo Gadung) yang apatis dan berhamburan mencari udara segar. Penumpang meloncat berdesakan tak mau berlama di dalam bis. Sumpek! Ide yang dibiarkan menumpuk berkerumun akan menjadi lumut, kering dan mati. Dia harus dikeluarkan agar mendapat oksigen dan tidak menjadi angan-angan kosong. Seringkali gagasan muncul pada waktu dan tempat tidak tepat. Seperti halnya penumpang biskota tadi. Jika datang ide biasanya saya salurkan ke dalam tulisan, senandung lagu-lagu dengan gitar. Prinsipnya ide harus diberi tempat. Tapi tak selalu keberuntungan berpihak, seperti juga tidak selalu kemalangan setia datang menemani. Tak jarang saya lihat kematian atas ide-ide saya sendiri. Kematian itu karena merek

Nongkrong Progresif With Bens Leo

Sebagai jemaah media sosial, sesekali saya berinteraksi dengan mas wartawan senior Bens Leo di jejaring facebook dan instagram . Di luar pertemuan itu, sekelumit saja saya berjumpa dengan sosok yang sering menjadi narasumber berita musik itu. Sejatinya, kesibukan beliau tak melulu di musik tapi juga di film dan kebudayaan. Aksesnya cukup luas sampai ke pejabat lingkaran tengah politik. Tapi passion nya tetap lebih di musik. Minimal sebulan duakali kami bertemu baik sengaja atau tidak disengaja. Mohon dimaafkan.. Yang agak istimewa, pertemuan kami pada Kamis (1/2/2018) sore di Senayan City, Jakarta Selatan. Hujan baru selesai di luar sana. Saya diajak ngobrol lesehan di karpet selasar bioskop. Nongkrong genre progresif saya menyebutnya. Ini pertemuan kesekiankali saya dengan mas Bens Leo (selanjutnya saya singkat dengan MBL) yang saya kenal sejak memasuki dunia wartawan tahun 1990an. Saya masih unyu2 waktu itu,  MBL sudah seperti sekarang. Maksudnya, saya kenal dulu sampa