Sebagai jemaah media sosial, sesekali saya berinteraksi dengan mas wartawan senior Bens Leo di jejaring facebook dan instagram.
Di luar pertemuan itu, sekelumit saja saya berjumpa dengan sosok yang sering menjadi narasumber berita musik itu.
Sejatinya, kesibukan beliau tak melulu di musik tapi juga di film dan kebudayaan. Aksesnya cukup luas sampai ke pejabat lingkaran tengah politik. Tapi passionnya tetap lebih di musik.
Minimal sebulan duakali kami bertemu baik sengaja atau tidak disengaja. Mohon dimaafkan..
Yang agak istimewa, pertemuan kami pada Kamis (1/2/2018) sore di Senayan City, Jakarta Selatan. Hujan baru selesai di luar sana. Saya diajak ngobrol lesehan di karpet selasar bioskop. Nongkrong genre progresif saya menyebutnya.
Ini pertemuan kesekiankali saya dengan mas Bens Leo (selanjutnya saya singkat dengan MBL) yang saya kenal sejak memasuki dunia wartawan tahun 1990an.
Saya masih unyu2 waktu itu, MBL sudah seperti sekarang. Maksudnya, saya kenal dulu sampai sekarang MBL gak berubah banyak. Gitu-gitu aja. Awet muda.
Saya sempat mau bertanya resep awet mudanya. Tapi pertanyaan itu kandas, setelah tahu dia sangat ketat menjaga kesehatan. Asupan gizi dan vitaminnya bagus dan terukur. Itu karena dibawah pemantauan, mbak Pauline Endang istrinya yang berprofesi dokter ahli gizi. Pantesaaan..!
***
MBL dan pak Ipik Tanoyo lebih dulu sampai di lobby Cinema XXI ketika saya tiba di tempat undangan gala premiere film Pai Kau.
Pai Kau adalah film panjang pertama karya Sidi Saleh, sineas yang sebelumnya lebih dikenal sebagai pembuat film pendek.
Salahsatu karya Sidi, Maryam menang di berbagai festival di dalam dan luar negeri termasuk di Festival Film Venice ke-71 di tahun 2014.
***
Setelah mendapat tiket nonton, saya salami teman yang sudah datang. Dimulai dari Bobby Batara, MBL dan terakhir Pak Ipik. Mereka sederetan duduk di sofa. Saya berhasil nyempil.
"Apa kabarnya bang Adi, mas? Saya telepon dia, susah. Apa masih syuting di Shanghai?," tanya MBL pada saya.
Yang menyahut justru pak Ipik. "Sudah selesai kok syuting film Stadhuis Schandall yang dibikin Adisurya," katanya.
Kalau lagi nongkrong dengan para wartawan di lantai 4 Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, saya selalu melewati ruang Sinematek. Tetapi, ya tidak update soal syuting film garapan Kepala Sinematek itu.
"Saya mau kasih kalender tahun 2018 karena di ruangan Sinematek masih pakai kalender 2016," lanjut MBL.
Studio 6 tempat memutar Pai Kau belum dibuka, obrolan berlanjut ke soal BPJS sampai kabar soal perusahaan rekaman major label Warner Music yang menggandeng perusahaan rekaman lokal Nagaswara untuk pemasaran di Asia Tenggara.
Menurut MBL, Nagaswara sangat layak digandeng karena banyak artis penyanyi Nagaswara untuk jenis pop dan dangdut disukai di Malaysia. Kerjasama itu diikat perjanjian lima tahunan. "Setiap lima tahun mungkin akan dievaluasi," ungkap MBL.
Tema obrolan berpindah saat MBL menyinggung ada seorang musisi yang sakit dan harus memakai surat asuransi BPJS.
"Saya sudah setahun rutin bayar BPJS tapi belum pernah dipakai," sela Pak Ipik.
"Lho, itu bagus. Artinya, mas Ipik sehat. Jadi, mas Ipik mau sakit atau mau kita sakitin dulu biar bisa pakai BPJS-nya," kata MBL meledek.
Yang diledek cepat meralat. "Ya gaklah. Saya bersyukur gak sakit. Tapi pernah saya pakai BPJS kok, waktu jatuh diboncengin naik motor," kata Pak Ipik yang usianya terpaut dua tahun dibawah MBL.
Sudah dua kali (empat tahun lalu dan 2017) wartawan senior ini 'bersentuhan' dengan insiden motor di jalan, hingga harus dirawat. Setelah sembuh, dia kembali ke lapangan. Liputan. Dia lelaki tangguh!
MBL bercerita juga tentang Baron, gitaris GIGI yang pernah marah kepada tetangga rumahnya yang memelihara anjing.
"Suatu hari, Baron berdiri dekat pagar. Ternyata, ujung sebelah kakinya masuk ke rumah halaman rumah tetangga. Nah, kakinya yang nongol itu digigit anjing tetangganya. Dia berobat sambil minta BPJS," kata MBL. Kami terkekeh dan prihatin mendengarnya.
Jam 16.30 saya ajak MBL dan pak Ipik supaya bergeser ke Studio 6. Tapi hanya MBL yang mengikuti saya. Pak Ipik memilih stay. Dan, ternyata pintu Studio 6 belum dibuka. Mau balik ke lobby, malas juga.
"Kita duduk di sini aja, mas," kata MBL mengajak saya duduk lesehan di karpet depan Studio 6 karena tak ada kursi di sepanjang selasar itu. Ya, oke sajalah.
Soal organisasi PWI Jaya seksi Film dan Budaya yang tidak terurus sejak beberapa tahun ini jadi perhatian MBL. Ketika jadi pengurus organisasi itu (2009 - 2014) -- sampai sekarang pun MBL memberi support kegiatan yang saya dan teman-teman junior lakukan.
Meski hanya sebentar berdiskusi, saya dan MBL melakukan gentlemen agreement untuk mewujudkan gagasan saya membuat acara.
"Ayo kita jalankan secepatnya, mas. Saya akan bantu. Kita sama-sama temui mas Helmy Yahya (Direktur TVRI)," kata MBL antusias saat saya sampaikan sebuah gagasan.
Sambil mengunyah popcorn yang keasinan serta segelas ice lemon tea, nongkrong progresif ini terjeda oleh langkah-langkah kaki dan ucapan "maaf, permisi" para petugas kebersihan bioskop.
Akhirnya kami masuk bioskop dan tetap melanjutkan obrolan, mengomentari adegan film yang perlu dikomentari.
Film Pai Kau dibuka adegan sensual, lalu aksi pembunuhan ala mafia di film Hongkong, dan diakhiri kekacauan acara resepsi perkawinan anak mafia.
Arti Pai Kau (bahasa Cina dibaca pek kiu) adalah angka 8 - 9. ***
Jumat, 2 Februari 2018.
Di luar pertemuan itu, sekelumit saja saya berjumpa dengan sosok yang sering menjadi narasumber berita musik itu.
Sejatinya, kesibukan beliau tak melulu di musik tapi juga di film dan kebudayaan. Aksesnya cukup luas sampai ke pejabat lingkaran tengah politik. Tapi passionnya tetap lebih di musik.
Minimal sebulan duakali kami bertemu baik sengaja atau tidak disengaja. Mohon dimaafkan..
Yang agak istimewa, pertemuan kami pada Kamis (1/2/2018) sore di Senayan City, Jakarta Selatan. Hujan baru selesai di luar sana. Saya diajak ngobrol lesehan di karpet selasar bioskop. Nongkrong genre progresif saya menyebutnya.
Ini pertemuan kesekiankali saya dengan mas Bens Leo (selanjutnya saya singkat dengan MBL) yang saya kenal sejak memasuki dunia wartawan tahun 1990an.
Saya masih unyu2 waktu itu, MBL sudah seperti sekarang. Maksudnya, saya kenal dulu sampai sekarang MBL gak berubah banyak. Gitu-gitu aja. Awet muda.
Saya sempat mau bertanya resep awet mudanya. Tapi pertanyaan itu kandas, setelah tahu dia sangat ketat menjaga kesehatan. Asupan gizi dan vitaminnya bagus dan terukur. Itu karena dibawah pemantauan, mbak Pauline Endang istrinya yang berprofesi dokter ahli gizi. Pantesaaan..!
***
MBL dan pak Ipik Tanoyo lebih dulu sampai di lobby Cinema XXI ketika saya tiba di tempat undangan gala premiere film Pai Kau.
Salahsatu karya Sidi, Maryam menang di berbagai festival di dalam dan luar negeri termasuk di Festival Film Venice ke-71 di tahun 2014.
***
Setelah mendapat tiket nonton, saya salami teman yang sudah datang. Dimulai dari Bobby Batara, MBL dan terakhir Pak Ipik. Mereka sederetan duduk di sofa. Saya berhasil nyempil.
"Apa kabarnya bang Adi, mas? Saya telepon dia, susah. Apa masih syuting di Shanghai?," tanya MBL pada saya.
Yang menyahut justru pak Ipik. "Sudah selesai kok syuting film Stadhuis Schandall yang dibikin Adisurya," katanya.
Kalau lagi nongkrong dengan para wartawan di lantai 4 Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, saya selalu melewati ruang Sinematek. Tetapi, ya tidak update soal syuting film garapan Kepala Sinematek itu.
"Saya mau kasih kalender tahun 2018 karena di ruangan Sinematek masih pakai kalender 2016," lanjut MBL.
Studio 6 tempat memutar Pai Kau belum dibuka, obrolan berlanjut ke soal BPJS sampai kabar soal perusahaan rekaman major label Warner Music yang menggandeng perusahaan rekaman lokal Nagaswara untuk pemasaran di Asia Tenggara.
Menurut MBL, Nagaswara sangat layak digandeng karena banyak artis penyanyi Nagaswara untuk jenis pop dan dangdut disukai di Malaysia. Kerjasama itu diikat perjanjian lima tahunan. "Setiap lima tahun mungkin akan dievaluasi," ungkap MBL.
Tema obrolan berpindah saat MBL menyinggung ada seorang musisi yang sakit dan harus memakai surat asuransi BPJS.
"Saya sudah setahun rutin bayar BPJS tapi belum pernah dipakai," sela Pak Ipik.
"Lho, itu bagus. Artinya, mas Ipik sehat. Jadi, mas Ipik mau sakit atau mau kita sakitin dulu biar bisa pakai BPJS-nya," kata MBL meledek.
Yang diledek cepat meralat. "Ya gaklah. Saya bersyukur gak sakit. Tapi pernah saya pakai BPJS kok, waktu jatuh diboncengin naik motor," kata Pak Ipik yang usianya terpaut dua tahun dibawah MBL.
Sudah dua kali (empat tahun lalu dan 2017) wartawan senior ini 'bersentuhan' dengan insiden motor di jalan, hingga harus dirawat. Setelah sembuh, dia kembali ke lapangan. Liputan. Dia lelaki tangguh!
MBL bercerita juga tentang Baron, gitaris GIGI yang pernah marah kepada tetangga rumahnya yang memelihara anjing.
"Suatu hari, Baron berdiri dekat pagar. Ternyata, ujung sebelah kakinya masuk ke rumah halaman rumah tetangga. Nah, kakinya yang nongol itu digigit anjing tetangganya. Dia berobat sambil minta BPJS," kata MBL. Kami terkekeh dan prihatin mendengarnya.
Jam 16.30 saya ajak MBL dan pak Ipik supaya bergeser ke Studio 6. Tapi hanya MBL yang mengikuti saya. Pak Ipik memilih stay. Dan, ternyata pintu Studio 6 belum dibuka. Mau balik ke lobby, malas juga.
"Kita duduk di sini aja, mas," kata MBL mengajak saya duduk lesehan di karpet depan Studio 6 karena tak ada kursi di sepanjang selasar itu. Ya, oke sajalah.
Soal organisasi PWI Jaya seksi Film dan Budaya yang tidak terurus sejak beberapa tahun ini jadi perhatian MBL. Ketika jadi pengurus organisasi itu (2009 - 2014) -- sampai sekarang pun MBL memberi support kegiatan yang saya dan teman-teman junior lakukan.
Meski hanya sebentar berdiskusi, saya dan MBL melakukan gentlemen agreement untuk mewujudkan gagasan saya membuat acara.
"Ayo kita jalankan secepatnya, mas. Saya akan bantu. Kita sama-sama temui mas Helmy Yahya (Direktur TVRI)," kata MBL antusias saat saya sampaikan sebuah gagasan.
Sambil mengunyah popcorn yang keasinan serta segelas ice lemon tea, nongkrong progresif ini terjeda oleh langkah-langkah kaki dan ucapan "maaf, permisi" para petugas kebersihan bioskop.
Akhirnya kami masuk bioskop dan tetap melanjutkan obrolan, mengomentari adegan film yang perlu dikomentari.
Film Pai Kau dibuka adegan sensual, lalu aksi pembunuhan ala mafia di film Hongkong, dan diakhiri kekacauan acara resepsi perkawinan anak mafia.
Arti Pai Kau (bahasa Cina dibaca pek kiu) adalah angka 8 - 9. ***
Jumat, 2 Februari 2018.
Komentar
Posting Komentar