Perjalanan menuju kota Sampar malam itu berubah
mencekam. Bus yang dikemudikan Amang dipaksa berhenti di setiap pos pemeriksaan
di jalur konflik bersenjata.
Beberapa penumpang tewas termasuk sang sopir, saat bus dikepung separatis Samerka (Sampar Merdeka). Bagudung, sang kernet berhasil membawa lari bus dari kepungan saparatis yang keji diketuai Jenderal Basir.
Beberapa penumpang tewas termasuk sang sopir, saat bus dikepung separatis Samerka (Sampar Merdeka). Bagudung, sang kernet berhasil membawa lari bus dari kepungan saparatis yang keji diketuai Jenderal Basir.
Tak satupun penumpang mengira akan menghadapi kekacauan tersebut.
Bus malam berisi setengah dari kapasitas kursi. Ada Yuda seorang wartawan
(diperankan Edward Akbar), Umar orang kaya di kampung (Torro Margens), pengamen
tunanetra (PM Toh), anggota LSM, seorang penyusup misterius, nenek Nur dan Leyla
cucunya, gadis Annisa dan pemuda pacarnya, serta seorang perempuan yang
kemudian diketahui sebagai korban konflik; ayahnya dibunuh dan dia sendiri diperkosa
secara massal.
Film Night Bus
dikupas bergaya thrailler yang
menegangkan oleh sutradara Emil Heradi. Suguhan cerita, terutama faktor sulitnya
syuting di ruangan sempit dalam bus, efek cahaya khusus, ditambah animasi
berteknologi CGI (Computer Graphic Imagery) dan editing yang rapi, membuat film ini menjadi sangat
impresif. Night Bus membuat tonggak
baru pencapaian atas kualitas film Indonesia.
Diawali suasana di terminal bus antarkota. Bus bertulis
"Babad" pada body-nya itu menunggu
penumpang yang menuju Kota Sampar. Butuh waktu 12 jam ke Sampar dari terminal
keberangkatan. Kernet (diperankan Tengku Wisnu Wikana sebagai Bagudung)
menjelaskan pada penumpang bahwa bus akan melalui kawasan yang pernah jadi
lokasi kerusuhan.
Ketegangan film dimulai saat malam tiba, seseorang
menabrakkan diri ke bus di tengah hutan. Dia terluka dan pria itu ikut naik
bus, setelah menodongkan pistol ke sopir yang turun menemuinya. Pria itu
merupakan salah satu pimpinan Samerka (diperankan Alex Abbad) yang lolos dari
kejaran aparat.
Suasana panik dalam bus kembali normal, setelah melihat
pria terluka itu ikut naik bus. Bus berjalan melaju dan memasuki pos penjagaan,
yang dijaga aparat bersenjata dipimpin seorang jenderal (Tyo Pakusadewo). Pria
yang terluka di dalam bus meloncat dari bus sebelum bus berhenti di depan
petugas. Aksinya terlihat dan langsung ditembak petugas.
Ketegangan berkali-kali dan terus merayap selama film
diputar. Rangkaian ketegangan itu muncul tak hanya ketika bus berhenti di
pos-pos penjagaan yang dikuasai kelompok-kelompok separatis. Tetapi kendala
alam disertai hujan di tengah hutan, tertahan pohon tumbang dan tiang listrik,
menambah ketengangan sendiri.
Aksi komandan Samerka yang dipimpin Jenderal Dajjal Basir
(Tino Saroengallo) memberi kesan pemberontak berdarah dingin. Dia mampu
berbicara halus dengan penumpang cilik Leyla dan neneknya, di saat bersamaan
dia mencungkil gigi penumpang lainnya, Umar. Basir juga bermain-main dengan
nyawa sopir dan penumpang lain, yang diantarkannya ke akhirat.
Berbagai intimidasi terhadap penumpang dilakukan oleh kelompok separatis, bahkan diantara penumpang terluka hingga tewas. Film ini mengingatkan situasi runyam ketika konflik bersenjata terjadi di Aceh. Namun, tokoh di dalamnya menjadi fiksi lantaran bukanlah dokudrama.
Film dengan teknologi animasi CGI umumnya memberikan
sentuhan pengalaman tersendiri bagi penonton. Secara artistik film ini memoles rapih,
suasana luluh lantaknya perkampungan, dan hadirnya helikopter tempur di udara.
Tidak melulu suasana dibuat tegang selama perjalanan bus.
Akting Yayu Unru (sopir Amang) dan Teuku Rifnu Wikana (kernet Bagudung) begitu
kuat, natural dan sangat menghibur. Logat keduanya khas orang Medan dan
kekonyolan diantaranya memberi jeda dari tegangnya cerita film.
Kecenderungan film ini menampilkan pemain yang mampu membawakan
kekuatan karakter masing-masing. Semua pemain mendapatkan porsi tanpa
menumpulkan kekuatan akting pemain lainnya.
Dari sisi ini, sutradara dan penulis skenario cukup jeli menjahit
setiap karakter. Dengan demikian tidak mudah bagi penonton untuk menemukan
sosok pemeran utama dalam film. Beberapa pemain ditampilkan antaranya Tino
Saroengallo, Donny Alamsyah, Arswendi Nasution, Eggy Fadly, Lukman Sardi, dan
lain-lain.**
Komentar
Posting Komentar