Mendadak ditelepon sutradara film

Sore menjelang maghrib, Selasa (21/3/2017) sebuah pesan Whatsapp bertengger di handphone android saya. Terbaca tiga baris pesan: Pak? / Ini Hanung/ Aku bisa telf?/

Saya ragu, apa benar si pengirim pesan sutradara film terkenal itu, atau orang iseng yang mau praktik cyber crime? Tapi terlihat dari profile foto WA-nya memang dia!.

Kemarin, saya menemuinya di Djakarta Theatre di peluncuran trailer dan soundtrack “Kartini”, film yang disutradarainya. Secara khusus, saya berniat mau bertanya soal IBOS.

Sejak wawancara pertama tahun 2004 untuk program apresiasi Festival Film Indonesia di TVRI, dan satu frame di acara talkshow Festival Film Jakarta 2006 di JAK-tv, saya tidak intens berkomunikasi meski sesekali bertemu. Nomer kontaknya pun saya tidak punya. 

Ada beberapa wartawan di sana. Tapi saya duduk-duduk di tempat agak berjarak dengan kerumunan. Menunggu sampai wartawan selesai bertanya dan saya akan hampiri Hanung.

Hampir sejam dia dikepung wartawan, belum ada tanda akan bubar. Sementara saya diteror teman yang mengajak menghadiri gala premiere Perfect Dream bikinan Hestu Saputra di Plaza Senayan sore itu juga. 

Tidak bisa menunggu lagi, saya menyeruak di kerumunan wartawan, dan mengajukan satu pertanyaan soal IBOS. Dia agak ‘surprise’ dengan pertanyaan itu, dan wartawan pun seperti mendapat berita baru. Maka, pertanyaan saya direkam rame-rame.

**

Belum sempat terjawab keraguan saya dengan pesan WA apakah itu dari Hanung yang saya kenal, saya lihat beberapa tanda panggilan telepon masuk yang tak terangkat. Sebelum mengirim WA, rupanya dia menelepon lebih dulu.

Wahh.. ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Pasti sangat penting! Apakah dia mau ngajak saya jadi pemain film? Hahaha..

Hape saya sudah uzur. Lima tahun dipaksa mendengar ratusan jenis suara dan pesan manusia. Sejak sepekan terakhir, dia unjuk rasa tidak mau menerima telepon masuk dan keluar.

“Sorry, hape error. Gimana? Ada Apa? 081281979**” balas saya ke nomor WA bergambar Hanung dan anaknya.

Dia langsung menelpon ke nomor yang saya kirim tadi. Itu adalah nomer teman yang kebetulan duduk berdekatan. Kami sering berada di ruangan di lantai IV Gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail itu. Sambil ngopi, nulis, bergosip dan sebagainya. Tempat ini sangat friendly, memberi semangat dan menginspirasi.

Singkat cerita, sang sutradara menyampaikan klarifikasi soal IBOS yang saya tanya kemarin. Media milik pengusaha Harry Tanoe Soedibyo memuat komentarnya mengenai IBOS tersebut.

Integrated Box Office System atau IBOS mau dipakai di Indonesia. Badan Ekonomi Kreatif yang akan menerima hibah sebesar USD 5,5 juta dari Korea Selatan yang mewacanakan itu.

.

Hibah dari negeri ginseng Korea Selatan sekitar Rp73 Milyar itu, bukan hanya untuk perfilman, tapi untuk bidang Ekraf lainnya. Untuk film, hibah akan dipakai membangun sistem pendataan penonton bernama IBOS, yang konon sangat valid dan bisa dilakukan secara realtime.

“Lha, yang menulis berita itu Okezone.com, kenapa klarifikasinya ke saya? 

“Ya, karena kan kamu yang kemarin bertanya soal IBOS. Jadi, aku mengklarifikasi dan menjelaskan bahwa komentarku sebenarnya tidak seperti itu..”

Agak bingung saya mendengat jawaban sekaligus alasannya. Karena, bahkan saya belum menulis hasil wawancara dengannya. Tapi, tidak masalah. Mungkin, dia hanya berharap ketika saya menulis sudah tidak seperti yang ditulis media tersebut. 

Saya langsung simpan nomornya setelah selesai percakapan. Bukan hanya sang sutradara yang menghubungi saya. Ketua Aprofi Fauzan Zidni pun mengirim pesan WA. Sebelumnya, lewat email Aprofi mengirim pernyataan resmi soal IBOS, dan saya menulisnya bersama komentar Hanung. 

“Mas, ada revisi sedikit apa memungkinkan?

“Lho, itu kiriman dari humas Aprofi langsung.”

“Iya. Saya baru sadar tadi, tapi kalau gak direvisi ya gapapa. Kalau memungkinkan bagian ini diganti..Indonesia hanya ada sebagian film asing..”

Saya berusaha membaca gelagat luar biasa yang tergambarkan dari situasi panik sore itu terkait wacana penerapan IBOS ini. Hmm...