Apakah anda golongan Bani Taplak, Bani Onta, Cebong, Cebonger, Kodok, kaum bumi datar, kaum sumbu pendek, otak micin, Jokower, Ahoker atau Wowoker?
Dari golongan manapun Anda, sebaiknya pahami dulu arti istilah-istilah itu agar tidak salah tulis dan sebut saat memaki. Karena memaki di dunia maya, sama seperti di dunia nyata: pakai aturan.
Dasar aturannya UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) atau Undang Undang nomor 11 tahun 2008. Undang-undang ini mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum. Maka hati-hatilah dengan jempolmu karena dia bisa menjebloskanmu ke penjara.
Istilah-istilah yang disebut diawal tadi, hanya beberapa dari yang seliweran di timeline jejaring sosial. Mereka yang alergi atau malas membaca kegaduhan politik di dunia maya pasti tertinggal informasi ini.
Istilah tersebut menjadi bahasa "resmi", penyambung syaraf perang antara para pendukung dua kubu politik. Seperti kita tahu, perseteruan politik memanas pada pilpres era Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Memanas karena disiram isu SARA yang nyaris merenggut sendi-sendi kebangsaan Indonesia.
Munculnya bahasa baru untuk olok-olok, memaki dan menghujat itu tidak jelas persisnya. Hanya ceceran digital yang mampu mendeteksi.
Dengan membaca secara acak timeline di twitter dan facebook, didukung ingatan kolektif bisa diperkirakan lahirnya istilah tersebut sekitar jelang Pilpres (Pemilihan Presiden) 2014 yang berlanjut ke Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) -- terutama di Jakarta.
Mendengar atau mengucap istilah itu, sebenarnya tidak menakutkan bahkan terasa unsur humornya. Ini mengingatkan olok-olok di era tahun 80an. "dasar taplak!" "centong sayur", "kompor", dan perkakas dapur lainnya.
Istilah baru yang menjadi katarsis sekaligus hiburan ini terlahir dari mandegnya logika di ruang bebas ekspresi berpolitik di jagad dunia maya.
Di sisi lain, memaki menggunakan sindiran "cebong, micin, kodok sekolam, bani cingkrang" dan lainnya dirasakan ampuh dan aman. Untuk menciptakannya, butuh kreativitas. Mungkin perlu disebut juga bahwa istilah itu bagian dari kearifan lokal. Hahaha..
Karena cara menyerang dengan menyebut nama seseorang akan berdampak pada pelanggaran UU ITE tadi.
Pengguna aktif media sosial ada yang belum paham arti istilah-istilah itu. Salahsatunya yang jujur mengakui adalah Prof Mahfud MD. Mantan Ketua Mahkamah Agung itu melalui akun twitter @mohmahfudmd, pada Kamis (26/1/2018) mencuitkan pertanyaan:
"Sy takjub atas kecerdasan rakyat membuat istilah2 baru. Melalui medsos sy sering membaca istilah2: kaum bumi datar, kecebong, bani daster, cebonger, kaum cingkrang, bani jenggot, dll. Kadang sy tak tahu dan salah menggunakan istilah2 tsb dlm konteks isu. Tuips, tolong jelaskan 1/1."
Istilah bani daster, cebonger, kaum cingkrang, kaum kafirin, munafikin, bani jenggot, bani cabul, pemilik kavling sorga, kaum pentol korek, gabener, dan wagabener terus berseliwan.
Berikut ini makna dari istilah-istilah itu, yang dirangkum dari beberapa sumber:
1. Bani daster, bani onta - simbol yang identik dengan ormas dan umat yang mengatasnamakan Islam.
2. Bani cabul - julukan bagi pendukung Habib Rizieq sejak dirinya terjerat kasus chat mesum.
3. Bani taplak - sebutan untuk pendukung Jokowi-Ahok karena saat kampanye Pilkada keduanya pakai kemeja kotak-kotak. Karena taplak (alas meja) identik dengan pola kotak-kotak.
4. Bani jenggot/ bani cingkrang - julukan yang sama seperti bani onta dan bani daster.
5. Kaum bumi datar - diadopsi dari hasil kajian astronomi populer, dimana komunitas pseudoscience Flat Earth dikenal keras kepala dan antifakta. Di sini, jadi olok-olok untuk masyarakat yang bebal dan anti pemerintah.
6. Kaum kafirin/ munafikin - ditujukan pada lawan politik berkeyakinan selain Islam. Tapi sebaliknya, istilah munafikin bisa dipakai kedua kubu untuk saling menyindir.
7. Kaum pentol korek - julukan bagi mereka yang punya tabiat seperti pentol korek api, yang gampang terbakar dengan sedikit gesekan.
8. Kaum sumbu pendek - biasa ditujukan untuk menyindir kelompok yang gampang emosi. Seperti petasan, jika sumbunya pendek akan cepat meledak.
9. Cebong/ cebonger - julukan kepada pendukung Joko Widodo yang sejak jadi walikota, gubernur dan presiden hobi memelihara kodok. Cebong adalah jentik calon jadi kodok.
10. Otak micin/ kebanyakan makan micin - bumbu masak vetsin (micin) mengandung MSG dan jika dikonsumsi berlebihan berbahaya bagi kesehatan, bisa merusak pikiran. Olok-olok ini disampaikan kaum bumi datar untuk mencela kurangnya daya pikir (dungu dan bodoh) para cebonger dan bani kotak.
11. Jokower/ Ahoker - jelas maksudnya untuk menyebut pendukung Jokowi / Ahok.
12. Wowoker - nama lain untuk pendukung Prabowo.
13. Gabener/ wagabener - plesetan untuk Gubernur dan wakilnya (Wagub) Anies - Sandi pasca menang Pilkada dan kebijakannya dianggap tidak benar.
14. Pemilik kavling surga - Sebutan bagi kelompok pendukung Anies-Sandiaga yang saat kampanye menebarkan keyakinan berbeda, seolah agama mereka yang paling benar.
15. Kodok sekolam - sindiran untuk pendukung Jokowi.
17. Mulut comberan - sebutan untuk Ahok, yang sering bicara tanpa tedeng aling-aling dan kasar.
Masih banyak istilah lainnya yang mewakili penghinaan kedua kubu. Sayangnya, istilah itu sangat amat kasar. **
Selasa, 30 Januari 2018
Dari golongan manapun Anda, sebaiknya pahami dulu arti istilah-istilah itu agar tidak salah tulis dan sebut saat memaki. Karena memaki di dunia maya, sama seperti di dunia nyata: pakai aturan.
Dasar aturannya UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) atau Undang Undang nomor 11 tahun 2008. Undang-undang ini mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum. Maka hati-hatilah dengan jempolmu karena dia bisa menjebloskanmu ke penjara.
Istilah-istilah yang disebut diawal tadi, hanya beberapa dari yang seliweran di timeline jejaring sosial. Mereka yang alergi atau malas membaca kegaduhan politik di dunia maya pasti tertinggal informasi ini.
Istilah tersebut menjadi bahasa "resmi", penyambung syaraf perang antara para pendukung dua kubu politik. Seperti kita tahu, perseteruan politik memanas pada pilpres era Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Memanas karena disiram isu SARA yang nyaris merenggut sendi-sendi kebangsaan Indonesia.
Munculnya bahasa baru untuk olok-olok, memaki dan menghujat itu tidak jelas persisnya. Hanya ceceran digital yang mampu mendeteksi.
Dengan membaca secara acak timeline di twitter dan facebook, didukung ingatan kolektif bisa diperkirakan lahirnya istilah tersebut sekitar jelang Pilpres (Pemilihan Presiden) 2014 yang berlanjut ke Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) -- terutama di Jakarta.
Mendengar atau mengucap istilah itu, sebenarnya tidak menakutkan bahkan terasa unsur humornya. Ini mengingatkan olok-olok di era tahun 80an. "dasar taplak!" "centong sayur", "kompor", dan perkakas dapur lainnya.
Istilah baru yang menjadi katarsis sekaligus hiburan ini terlahir dari mandegnya logika di ruang bebas ekspresi berpolitik di jagad dunia maya.
Di sisi lain, memaki menggunakan sindiran "cebong, micin, kodok sekolam, bani cingkrang" dan lainnya dirasakan ampuh dan aman. Untuk menciptakannya, butuh kreativitas. Mungkin perlu disebut juga bahwa istilah itu bagian dari kearifan lokal. Hahaha..
Karena cara menyerang dengan menyebut nama seseorang akan berdampak pada pelanggaran UU ITE tadi.
Pengguna aktif media sosial ada yang belum paham arti istilah-istilah itu. Salahsatunya yang jujur mengakui adalah Prof Mahfud MD. Mantan Ketua Mahkamah Agung itu melalui akun twitter @mohmahfudmd, pada Kamis (26/1/2018) mencuitkan pertanyaan:
"Sy takjub atas kecerdasan rakyat membuat istilah2 baru. Melalui medsos sy sering membaca istilah2: kaum bumi datar, kecebong, bani daster, cebonger, kaum cingkrang, bani jenggot, dll. Kadang sy tak tahu dan salah menggunakan istilah2 tsb dlm konteks isu. Tuips, tolong jelaskan 1/1."
Istilah bani daster, cebonger, kaum cingkrang, kaum kafirin, munafikin, bani jenggot, bani cabul, pemilik kavling sorga, kaum pentol korek, gabener, dan wagabener terus berseliwan.
Berikut ini makna dari istilah-istilah itu, yang dirangkum dari beberapa sumber:
1. Bani daster, bani onta - simbol yang identik dengan ormas dan umat yang mengatasnamakan Islam.
2. Bani cabul - julukan bagi pendukung Habib Rizieq sejak dirinya terjerat kasus chat mesum.
3. Bani taplak - sebutan untuk pendukung Jokowi-Ahok karena saat kampanye Pilkada keduanya pakai kemeja kotak-kotak. Karena taplak (alas meja) identik dengan pola kotak-kotak.
4. Bani jenggot/ bani cingkrang - julukan yang sama seperti bani onta dan bani daster.
5. Kaum bumi datar - diadopsi dari hasil kajian astronomi populer, dimana komunitas pseudoscience Flat Earth dikenal keras kepala dan antifakta. Di sini, jadi olok-olok untuk masyarakat yang bebal dan anti pemerintah.
6. Kaum kafirin/ munafikin - ditujukan pada lawan politik berkeyakinan selain Islam. Tapi sebaliknya, istilah munafikin bisa dipakai kedua kubu untuk saling menyindir.
7. Kaum pentol korek - julukan bagi mereka yang punya tabiat seperti pentol korek api, yang gampang terbakar dengan sedikit gesekan.
8. Kaum sumbu pendek - biasa ditujukan untuk menyindir kelompok yang gampang emosi. Seperti petasan, jika sumbunya pendek akan cepat meledak.
9. Cebong/ cebonger - julukan kepada pendukung Joko Widodo yang sejak jadi walikota, gubernur dan presiden hobi memelihara kodok. Cebong adalah jentik calon jadi kodok.
10. Otak micin/ kebanyakan makan micin - bumbu masak vetsin (micin) mengandung MSG dan jika dikonsumsi berlebihan berbahaya bagi kesehatan, bisa merusak pikiran. Olok-olok ini disampaikan kaum bumi datar untuk mencela kurangnya daya pikir (dungu dan bodoh) para cebonger dan bani kotak.
11. Jokower/ Ahoker - jelas maksudnya untuk menyebut pendukung Jokowi / Ahok.
12. Wowoker - nama lain untuk pendukung Prabowo.
13. Gabener/ wagabener - plesetan untuk Gubernur dan wakilnya (Wagub) Anies - Sandi pasca menang Pilkada dan kebijakannya dianggap tidak benar.
14. Pemilik kavling surga - Sebutan bagi kelompok pendukung Anies-Sandiaga yang saat kampanye menebarkan keyakinan berbeda, seolah agama mereka yang paling benar.
15. Kodok sekolam - sindiran untuk pendukung Jokowi.
17. Mulut comberan - sebutan untuk Ahok, yang sering bicara tanpa tedeng aling-aling dan kasar.
Masih banyak istilah lainnya yang mewakili penghinaan kedua kubu. Sayangnya, istilah itu sangat amat kasar. **
Selasa, 30 Januari 2018
Komentar
Posting Komentar