Paket lengkap sate, nasi lengko, dan sepiring kecil tahu gejrot yang siap disantap. (foto: tis)
|
Itulah mengapa tempat ini sangat mudah ditemui, dan akrab kepada para pengelana rasa, khususnya pemuja kuliner lokal dari berbagai kota lainnya.
Kesempatan pertama saya mencicipi nasi lengko H Barno pada Minggu (19/11/2017) ketika bersama rombongan JK Mania (penggemar Judhi Kristianto Records) dan enam wartawan musik era tahun 80-an plus Wahyu OS (pencipta lagu "Senandung Doa" yang kini berbisnis pertanian) diajak berkeliling kota Purwakarta, Subang hingga Cirebon.
Kami merasakan sensasi berada di perkebunan buah naga dan durian sampai kulineran di kota kelahiran produser rekaman berusia 81 tahun itu.
Para wartawan senior itu adalah Dimas Supriyanto, Alex Palit, Amazon Dalimunthe, Agusblues, Ary Sanjaya dan Herman Wijaya. Saya paling junior diantara mereka.
Menurut pak Judhi, rumah makan H Barno sangat legendaris. Setiap ke Cirebon, dia mampir bernostalgia makan nasi lengko di sini.
Sementara kang Wahyu OS sudah 20 tahun tidak makan di tempat ini. "Surprised. Saya beberapa kali ke Cirebon pingin makan di sini gak pernah kejadian, eh baru sekarang. Ini tempat bersejarah," katanya sambil menguntal sate bumbu kecap.
***
Di bagian depan warung berkapasitas 25-30 pengunjung itu terdapat gerobak (dipakai sebagai dapur) dan pemanggang sate yang selalu membara.
Bu Tini. (foto: tis)
|
Warung legendaris itu. (tis) |
Sebetulnya, tidak ada yang teristimewa dari nasi lengko racikan pak H Barno (sudah almarhum tahun 2014 kemudian dilanjutkan oleh Tini, keponakannya).
"Dulu sebelum menetap di sini, warung kita di emperan jalan," kata Tini waktu ditanya kisah perjalanan warung H Barno.
Tini menjawab pertanyaan saya di sela dia melayani para pengunjung yang selesai makan dan bergantian menyerahkan sejumlah uang bayaran kepadanya. Tini adalah generasi ke-3 pengelola warung itu dan ditugaskan sebagai kasir.
Dari hasil olah TKP dan 'investigasi', saya mendapatkan petunjuk harga sejumlah item. Nasi lengko sepiring Rp13.000, sate kambing 10 tusuk Rp40.000, tahu gejrot seporsi Rp10.000.
Berdasarkan hasil penelusuran sejarah dari berbagai literatur (ditulis begini supaya terkesan akademis) nasi lengko adalah nasi sederhana (benar-benar sederhana, bukan nasi 'sederhana'-nya milik sodara dari Padang itu).
Asalnya sega lengko (bahasa Jawa), nasi lengko adalah makanan khas masyarakat pantai utara (Cirebon, Indramayu, Brebes, Tegal dan sekitarnya).
Meski sederhana, nasi lengko sarat kadar protein, serat dan rendah kalori karena memakai bahan-bahan yang 100% non-hewani. Bahan-bahannya antara lain: nasi putih (panas-panas lebih baik), tempe goreng, tahu goreng, mentimun (mentah segar) semua dicacah, tauge rebus, daun kucai (dipotong kecil-kecil), bawang goreng, bumbu kacang (seperti bumbu rujak, pedas atau tidak, tergantung selera), dan kecap manis.
Rombongan JK Mania dan pak Judhi Kristianto (nomer 3 di sisi kiri meja). (tis)
|
Tempe dan tahu goreng potongan kecil diletakkan di atas sepiring nasi. Diatasnya ditaburi mentimun cacah, toge rebus, dan disirami bumbu kacang di atasnya, ditambah potongan daun kucai, lalu diberi kecap secukupnya sampai kecoklatan. Ditambah bawang goreng dan sekeping kerupuk aci putih, yang bundar atau kotak, menjadi kondimennya.
Sebagian orang suka melumuri kerupuk dengan kecap, sebelum mulai dimakan. Ada juga yang suka meminta nasi lengkonya diberi seujung sutil atau dua minyak yang dipakai untuk menggoreng tempe dan tahu.
Supaya lebih mantap di lidah, biasanya makanan ini disajikan dengan ditambah 5 atau 10 tusuk sate kambing yang disajikan secara terpisah di piring lain.
Yang agak unik, jenis kecap yang cocok di warung H Barno sangat spesifik, buatan lokal merek "Matahari".
"Pernah dicoba pakai kecap merek lain, termasuk yang namanya terkenal seperti kecap merek tetot dan tetot (tetot itu suara sensor gambar ucapan vulgar, biasa di acara televisi), pengunjung berkurang drastis. Terus pakai yang ini sampai sekarang," jelas Tini sambil matanya mengarah ke deretan botol kecap.
Nah, bagi penggemar sate kambing muda, warung H Barno juga menyiapkan racikan khusus. Apa saja bumbunya? "Rahasia dapur," kata si abang sate sambil terus mengipas panggangannya.
Ya, sudahlah. Karena rahasia, saya lebih baik menikmati rasa satenya saja. Kalau saya tahu, takut gak mau datang kesini lagi ya?**
Komentar
Posting Komentar