Langsung ke konten utama

Difteri dan Kencing Unta

Waktu mau sarapan tadi, Ajeng anak saya bercerita soal rencananya disuntik vaksin difteri di sekolah. "Aku harus makan banyak sekarang, pah. Kata Bu Guru, ntar mau disuntik difteri," katanya sambil menyimak saya menggoreng nasi kesukaannya di dapur, Senin (8/1/2018) pagi.

Meracik nasi goreng relatif praktis, hanya mencampurkan bumbu sachet-an, telur dan nugget maka jadilah. Jangan lupa beri sedikit kecap manis, agar lebih sempurna. Kalau lagi iseng, seperti pagi itu saya sigap main di dapur.

Salahsatu keahlian saya selain memasak air, goreng kerupuk, bikin telur dadar/ ceplok, ya bikin nasi goreng.

Pernah juga membuat kepala ikan kakap bumbu kuning hasil menyontek menu di internet. Rasanya lumayan mirip seperti di warung Padang. Setidaknya menurut lidah saya, dan orang rumah tidak ada yang komplain.

Biasanya saya mengolah sendiri bumbu yaitu cabe rawit, cabe merah, bawang merah, bawang putih, sedikit terasi dan garam diulek halus.

Setelah itu panaskan minyak pada wajan. Sreng-sreng.. jadi! Jangan lupa telur ayamnya dan campuran lainnya seperti udang, ayam suwir, sosis kalau ada. Kadar pedas nasi goreng bisa diatur sesuai selera. Minimal 4 buah cabe rawit/ merah cukup pedas. Kalau mau lebih pedas tinggal ditambah cabenya. Demikian porsi untuk dua-tiga piring.

"Difteri apaan sih, dek?" pancing saya selagi dia asik melahap nasi goreng spesial. Uhuy!

"Difteri itu suntikan, pah. Supaya darah kita sehat," jelas siswi kelas 2 SD. Ceriwis. Saya tidak bertanya lagi, dan membiarkannya menyelesaikan sarapan.

Sambil menunggunya sarapan, saya browsing mesin pencari google dengan kata kunci "difteri 2017" di telepon selular. Sekejap berita dan artikel seputar difteri bermunculan.

***

Terbaca antara lain berita rencana Pemda DKI menganggarkan 70 Miliar untuk penyediaan 1,7 Juta vaksin difteri.

Juga ada pernyataan pemerintah (Kementerian Kesehatan) yang menjamin ketersediaan vaksin difteri untuk program imunisasi ulang atau Outbreak Response Immunization (ORI) dan Antidifteri Serum (ADS) untuk pengobatan pasien difteri tercukupi.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek, mengatakan, PT Bio Farma selaku produsen vaksin dan Badan Kesehatan Dunia Wilayah Asia Tenggara (WHO SEARO) membantu penyediaan vaksin dan obat ADS untuk menutupi kebutuhan Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di Indonesia.

"Penyediaan vaksin sebagai wujud Nawacita, di mana negara hadir untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara," kata Nila dikutip dari republika.co.id.

PT Bio Farma diminta juga untuk memperbanyak produksi vaksin agar setiap orang tua bisa melengkapi imunisasi dasar anak-anaknya dan untuk memenuhi kebutuhan ORI.

Selain itu, apabila persediaan vaksin difteri mencukupi, dapat digunakan untuk masyarakat di luar program ORI. Nila mengatakan vaksin untuk ORI atau untuk memenuhi kebutuhan dasar imunisasi harus selalu tersedia.

Bio Farma juga diminta memprioritaskan persediaan vaksin untuk Indonesia, setelah itu baru untuk kepentingan ekspor. Bio Farma sebelumnya juga telah menyumbang 700 vial ADS untuk kebutuhan pasien difteri.

Disebutkan juga WHO SEARO telah menyumbangkan ADS sebanyak 500 vial untuk keperluan kasus KLB difteri di Indonesia.

"Pekan lalu, WHO SEARO melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di New Delhi mengirimkan 500 vial Antidifteri Serum. Artinya, baik masyarakat maupun pasien difteri tidak perlu khawatir lagi soal pengobatannya," kata Nila.

Difteri adalah infeksi bakteri yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta terkadang mempengaruhi kulit. Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius yang dapat mengancam jiwa. Indonesia sedang mewabah penyakit ini sejak beberapa bulan terakhir.

***

Berita lainnya saya cari. Dengan mengklik kata "kencing unta" yang menjadi hot issue paska beredarnya tayangan video pemanfaatan air kencing hewan unta, yang diyakini bisa menangkal berbagai penyakit degeneratif.

Cara meracik minuman kencing unta dipraktikkan melalui video oleh seorang warga Indonesia yang berada di luar negeri. Banyak unta dalam video yang menjadi viral itu.

Berbeda dengan difteri, persoalan kencing unta menjadi polemik baru bagi umat Islam, yang meyakini hadist tapi menolak dan segan dengan praktiknya atas berbagai pertimbangan dan kajian. Seperti juga hadist tentang poligami, yang ditolak praktiknya dengan berbagai argumen. Ranah hukum fiqih Islam senantiasa dinamis.

By the way,  kencing unta menjadi tidak sesederhana soal poligami. Jaman now, minum kencing hewan sebagai obat adalah kemunduran peradaban, kata pihak yang jijik dan menajiskannya. Dalam update info kesehatan, air kencing unta pun mengandung virus flu unta.

Bagi yang berkeyakinan dan tega meminum air limbah unta, bersikeras hal itu merupakan tuntunan nabi yang tetap relevan. Polemik berlanjut sampai Majelis Ulama Indonesia ikut menengahi. Akibatnya, lembaga ini di-bully oleh kalangan pendukung minuman obat kencing unta. Kenapa bisa begitu? Wallahu 'alam bisawwab, ane gak bisa jawab.

Umat Islam di Indonesia sepertinya tidak pernah kehabisan tema diskusi masalah khilafiyah tersebab perbedaan mazhab. Maka selalu ada risalah dan literatur untuk dijadikan bahan diskusi. Dari diskusi yang santun beradab di kalangan ulama sampai yang menjurus ke pertikaian di kalangan umat dibawahnya. Situasi ini lebih ramai terutama di dunia maya.

*) Tulisan yang benar unta bukan onta. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Senin, 8 Januari 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Night Bus: Malam jahanam sepanjang jalan

Perjalanan menuju kota Sampar malam itu berubah mencekam. Bus yang dikemudikan Amang dipaksa berhenti di setiap pos pemeriksaan di jalur konflik bersenjata. Beberapa penumpang tewas termasuk sang sopir, saat bus dikepung separatis Samerka (Sampar Merdeka). Bagudung, sang kernet berhasil membawa lari bus dari kepungan saparatis yang keji diketuai Jenderal Basir. Tak satupun penumpang mengira akan menghadapi kekacauan tersebut. Bus malam berisi setengah dari kapasitas kursi. Ada Yuda seorang wartawan (diperankan Edward Akbar), Umar orang kaya di kampung (Torro Margens), pengamen tunanetra (PM Toh), anggota LSM, seorang penyusup misterius, nenek Nur dan Leyla cucunya, gadis Annisa dan pemuda pacarnya, serta seorang perempuan yang kemudian diketahui sebagai korban konflik; ayahnya dibunuh dan dia sendiri diperkosa secara massal.     Film Night Bus dikupas bergaya thrailler yang menegangkan oleh sutradara Emil Heradi. Suguhan cerita, terutama faktor sulitnya syuting di ruanga

Mendadak ditelepon sutradara film

Sore menjelang maghrib, Selasa (21/3/2017) sebuah pesan Whatsapp bertengger di  handphone  android saya. Terbaca tiga baris pesan: Pak? / Ini Hanung/ Aku bisa telf?/ Saya ragu, apa benar si pengirim pesan sutradara film terkenal itu, atau orang iseng yang mau praktik cyber crime ? Tapi terlihat dari profile foto WA-nya memang dia!. Kemarin, saya menemuinya di Djakarta Theatre di peluncuran trailer dan soundtrack “Kartini”, film yang disutradarainya. Secara khusus, saya berniat mau bertanya soal IBOS. Sejak wawancara pertama tahun 2004 untuk program apresiasi Festival Film Indonesia di TVRI, dan satu frame di acara talkshow Festival Film Jakarta 2006 di JAK-tv, saya tidak intens berkomunikasi meski sesekali bertemu. Nomer kontaknya pun saya tidak punya.  Ada beberapa wartawan di sana. Tapi saya duduk-duduk di tempat agak berjarak dengan kerumunan. Menunggu sampai wartawan selesai bertanya dan saya akan hampiri Hanung. Hampir sejam dia dikepung wartawan, belum

Romantisme Tomohon, lokasi syuting "Hujan Bulan Juni"

Bunga Teratai di perigi kota Tomohon. (tis)  "Hujan Bulan Juni" tidak lebih dramatis dari Gerimis di Bulan November... Teman sekamar di Hotel Grand Puri, wartawan Herman Wijaya sibuk dengan gadget- nya selepas subuh, Sabtu (11/11/2017). Waktu terus bergerak ketika saya lirik jam di ponsel android menunjuk 06.30. Ini waktunya menyelinap keluar dari hotel, mampir ke tempat wisata alam dan sarapan terdekat. Hotel kami dekat lapangan olahraga kebanggaan masyarakat Manado, Stadion Klabat. Dari jendela kamar hotel terlihat lapangan itu sepi tanpa kegiatan. Nun jauh di belakang stadion, laut dan perbukitan menyapa ramah. Langit pagi cerah. Kemarin sore, kami iseng ke atap hotel melihat semuanya: Gunung Lokon, dan Gunung Klabat. Pagi ini  jatah sarapan dipastikan hilang demi bersegera hangout , capcuss .. Mengapa harus keluar hotel? Rugi, jauh-jauh dari Jakarta ke Manado kalau cuma nonton Festival Film Indonesia. Lagi pula agenda acara dari panitia FFI lokal adala