Jelang tidur semalam, saya menyalakan Youtube, memutar
lagu-lagu The Manhattan Transfer. Dari sekian lagu, Chanson D’Amour terasa
melekat di hati; saya putar empatkali karena memenuhi unsur relaksasi. Lagu
lainnya lebih dinamis dan kurang sopan memasuki gendang telinga diatas jam 12
malam.
Kuartet Cheryl Bentyne, Tim Hauser, Alan Paul, dan Janis
Siegel bernyanyi dengan teknik ‘memecah vokal’ mereka menjadi empat warna dalam
satu tarikan harmonis, selaras. Asik. Lalu berharap, semoga bangun tidur pagi, badan segar kembali.
Grup tone jazz asal Amerika bentukan tahun 1969 ini merupakan panutan grup dari Bandung, Elfa’s Singers dan juga Chaseiro. Gaya dan
teknik bernyanyi Manhattan Transfer mereka transformasi menjadi skill khusus. Lima tahun lalu, saya senang mendengar CD MP3 kompilasi lagu-lagu lawas
1960an, di dalamnya termasuk lagu Chanson D’Amour.
Grup ini pernah ke Jakarta beberapa kali, tampil di sejumlah kota di Indonesia tahun 1996. Konser pertama mereka waktu itu menjelang krisis moneter, tapi Buena Produktama sebagai
promotor tetap menggelar showbizz; untuk menunjukkan pada dunia, Indonesia aman-aman saja. Manhattan Transfer tampil di Hotel Aryaduta Hyatt, Jakarta.
Wartawan berkerumun membaur
dengan penonton di depan panggung. Saya sendiri tidak ikut menyaksikan, karena meliput
acara lainnya. Sekilas cerita itu saya ulik berdasarkan cerita dari Amazon Dalimunthe, wartawan hiburan senior.
Saya masih magang di koran sore Harian Terbit ketika itu. Sering mendapat tugas di bidang kriminal, sesekali ekonomi
dan politik. Suasana Jakarta dihantui kerusuhan politik; sangat
sering terjadi demo mahasiswa dan masyarakat berbuntut anarkis menjelang jatuhnya rezim Orde Baru. Motor Vespa biru metalik adalah andalan saya untuk membelah wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Hari ini Manhattan Transfer berusia 50 tahun. Artinya,
sudah 25 tahun berlalu ketika mereka pertamakali ke Jakarta. Buat
saya, konser mereka itu tidak terlalu penting. Apalagi sampai harus dibahas.
Tetapi, cerita konser itu menjadi latar belakang yang menarik, dan sangat menentukan nasib hak
cipta foto rekan saya Amazon Dalimunthe. Mengapa? Karena, salahsatu
karyanya dipakai oleh pembuat film Warkop DKI Reborn 3.
Menurut Amazon, saat konser Manhattan Transfer di Aryaduta
Hyatt dialah satu-satunya wartawan, yang menyelinap ke balik panggung. Dia mendapat momen foto di belakang panggung. “Waktu jeda konser Manhattan Transfer tahun 1995 atau
1996, saya agak lupa, saya ke belakang panggung, tidak ada wartawan lain. Di
sana, saya ngobrol sama mas Dono, Kasino, dan Indro (Warkop
DKI) dan memotret mereka,” kata Amazon di Markas Polda
Metro Jaya, Jakarta, Jumat (18/10/2019) sore.
Ditemani dua pengacaranya, dia baru membuat laporan
tentang dugaan pelanggaran hak cipta, fotonya dipakai tanpa izin oleh PT Falcon Pictures rumah produksi pembuat film Warkop DKI Reborn 3.
Sepenceritaan Amazon, jepretan fotonya di belakang
panggung konser itu diminati oleh personel Warkop DKI. “Mas
Indro dan lainnya meminta foto itu, yang katanya bagus dan mau dijadikan foto resmi,
juga akan disimpan di Museum Warkop DKI. Tidak ada perjanjian apapun ketika saya
serahkan hasil print foto itu. Saya memberi foto itu sebagai seorang
sahabat,” jelas Amazon.
Dua pengacara yang mendampingi Amazon untuk membuat laporan
tersebut adalah Pitra Romadoni Nasution SH MH dan Rahmad Lubis SH. Laporan resmi Amazon merupakan langkah hukum, setelah somasi
ketigakali diabaikan Falcon.
“Saya lakukan ini untuk memberi kepastian hukum,
dan keadilan yang terang benderang dan semoga bisa jadi yurisprudensi untuk
teman-teman fotografer yang karyanya dipakai tanpa izin oleh rumah produksi,”
ungkapnya.
Dalam laporan bernomor TBL/6715/2019/PMJ/Dit. Reskrimsus
itu, Falcon Pictures dan sejumlah nama lainnya dijadikan sebagai pihak
terlapor. “Secara resmi kami melaporkan Falcon Pictures terkait Kasus
Pelanggaran Hak Cipta dengan Pasal 112 dan Pasal 115 UU RI Nomor 18 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta,“ kata Pitra Romadoni.
Dengan pelaporan itu, kata Pitra, jalan musyawarah
sudah tertutup, dan tinggal menunggu proses hukum yang berjalan. “Bagaimana
kita mau musyawarah, niat klien kami disepelekan. Sudah kita tunggu sajalah
proses hukum yang berjalan,“ kata Pitra.
Wokelah, kita tunggu saja ujung ceritanya. Saya mau
lanjutkan dengerin lagu; ...🎶 Chanson d'amour, ra da
da da da, play encore...🎶
Bekasi, Sabtu 19 Oktober 2019
Komentar
Posting Komentar