Sepucuk surat imbauan resmi dari Kemenpora beredar kemarin. Surat ditujukan kepada calon penonton film di bioskop agar menyanyikan lagu wajib, lagu kebangsaan "Indonesia Raya".
Mengapa imbauan itu hanya di bioskop, mengapa tidak di tempat hiburan lainnya? Di kebun binatang Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah, misalnya. Atau tempat hiburan umum yang lebih privat, tempat karaoke, panti pijat dan sejenisnya, misalnya? Mengapa lagu itu harus dinyanyikan di awal, bukan di akhir film?
Imbauan itu terkesan genit semata, walau baik maksudnya. Mungkin supaya calon masyarakat penonton film di bioskop selalu sadar bahwa mereka masih bernegara dan tak lupa membawa rasa nasionalisme.
Atas nama nasionalisme, jangan-jangan imbauan itu muncul karena Kemenpora baru sadar, bahwa jumlah film impor jauh lebih banyak dari film Indonesia. Itu sangat telat! Sebab, perbandingan kuoata film yang diatur UU No 33 tahun 2009 tentang Perfilman adalah 60:40 (film Indonesia vs film Impor). Tapi, yang terjadi di lapangan sebaliknya.
Sebagai bentuk sosialisasi, imbauan menyanyikan lagu kebangsaan boleh saja menurut saya. Apa susahnya nyanyi sebentar lalu nonton.
Tapi akan ada sedikit risiko, misalnya penonton kehilangan mood. Mau nonton film horor, masak kudu nyanyi lagu wajib? Sama halnya orang kantoran di pemerintahan yang berniat korupsi tapi diimbau nyanyi lagu "Indonesia Raya" sebelumnya. Bete, kan?
Nasionalisme tak harus dipaksakan. Kesadaran rasa memiliki negara ini, di kalangan masyarakat memang agak payah hari-hari belakangan ini. Jadi, akan lebih tepat jika imbauan dihembuskan kepada mereka yang berbakat intoleran. Basis mereka ada dimana, nah disanalah imbauan itu harus disampaikan.
Akan lebih afdol dibuat imbauan lagu "Indonesia Raya" dinyanyikan di rumah, tempat kos dan lainnya sebelum berangkat dan pulang kerja atau kuliah. Bisa di mobil, di kereta atau sambil semir sepatu, pakai dasi, cuci piring, masak nasi dan seterusnya. Kalau ini sih, imbauan dari saya.
Sudahkah anda menyanyikan Indonesia Raya pagi ini? Atau sudah nyanyi lagu yang lain? **
Catatan:
Siang harinya, sejak tulisan ini saya posting di akun Facebook, Kemenpora mencabut dan membatalkan surat yang dibuat sehari sebelumnya. Alasan pencabutan itu, karena kegaduhan di masyarakat.
Mengapa imbauan itu hanya di bioskop, mengapa tidak di tempat hiburan lainnya? Di kebun binatang Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah, misalnya. Atau tempat hiburan umum yang lebih privat, tempat karaoke, panti pijat dan sejenisnya, misalnya? Mengapa lagu itu harus dinyanyikan di awal, bukan di akhir film?
Imbauan itu terkesan genit semata, walau baik maksudnya. Mungkin supaya calon masyarakat penonton film di bioskop selalu sadar bahwa mereka masih bernegara dan tak lupa membawa rasa nasionalisme.
Atas nama nasionalisme, jangan-jangan imbauan itu muncul karena Kemenpora baru sadar, bahwa jumlah film impor jauh lebih banyak dari film Indonesia. Itu sangat telat! Sebab, perbandingan kuoata film yang diatur UU No 33 tahun 2009 tentang Perfilman adalah 60:40 (film Indonesia vs film Impor). Tapi, yang terjadi di lapangan sebaliknya.
Sebagai bentuk sosialisasi, imbauan menyanyikan lagu kebangsaan boleh saja menurut saya. Apa susahnya nyanyi sebentar lalu nonton.
Tapi akan ada sedikit risiko, misalnya penonton kehilangan mood. Mau nonton film horor, masak kudu nyanyi lagu wajib? Sama halnya orang kantoran di pemerintahan yang berniat korupsi tapi diimbau nyanyi lagu "Indonesia Raya" sebelumnya. Bete, kan?
Nasionalisme tak harus dipaksakan. Kesadaran rasa memiliki negara ini, di kalangan masyarakat memang agak payah hari-hari belakangan ini. Jadi, akan lebih tepat jika imbauan dihembuskan kepada mereka yang berbakat intoleran. Basis mereka ada dimana, nah disanalah imbauan itu harus disampaikan.
Akan lebih afdol dibuat imbauan lagu "Indonesia Raya" dinyanyikan di rumah, tempat kos dan lainnya sebelum berangkat dan pulang kerja atau kuliah. Bisa di mobil, di kereta atau sambil semir sepatu, pakai dasi, cuci piring, masak nasi dan seterusnya. Kalau ini sih, imbauan dari saya.
Sudahkah anda menyanyikan Indonesia Raya pagi ini? Atau sudah nyanyi lagu yang lain? **
Catatan:
Siang harinya, sejak tulisan ini saya posting di akun Facebook, Kemenpora mencabut dan membatalkan surat yang dibuat sehari sebelumnya. Alasan pencabutan itu, karena kegaduhan di masyarakat.
Komentar
Posting Komentar