Ketika orang meminta kita mengerjakan sesuatu, itu adalah bentuk harapan dia terhadap kita. Lebih dari itu, saya anggap semacam doa. Maka, jangan ragu-ragu, iyain aja! Aminkan.
Beberapa kali saya diminta (didoakan) menyelesaikan sebuah tugas pekerjaan. Misalnya mengorganisir lebih dari satu bidang, yang melibatkan banyak orang.
Sewaktu bekerja di Harian Terbit, pihak manajemen koran milik grup Poskota itu menugaskan saya secara estafet sebagai korektor, staf sekretaris redaksi, juru foto, penulis kolom (Kopi Sore), dan reporter.
Sebagai reporter, saya diminta oleh redaktur yang sibuk nyambi di luar kantorl, agar saya menjaga rubrik sekaligus perwajahan (lay out) dua halaman rubrik Hiburan. Saya berkutat di desk hiburan mulai 1995.
Jadi, selain menulis berita dari lapangan, saya juga kerjakan tugas redaktur yang ketika datang, dia tinggal kasih approavel sebelum hasil lay out naik ke percetakan.
Akibatnya, petugas layout man yang resmi pun sering ongkang-ongkang kaki, karena saya ambil tugasnya. Saya sering merasa lebih efektif bekerja sendiri.
Mulai dari membuat judul berita, mengatur mana yang layak jadi headline, berita box, profil, dan human interest (kaki).
Setiap berita punya jenis huruf tertentu dan komposisi yang baik agar pembaca nyaman. Petugas lay out, memberi saya kesempatan belajar sampai mahir. Dia sih asik-asik ngopi dan merokok sambil nonton tivi. Apakah dia merasa ilmunya saya curi, entahlah.
Saya diminta jadi ini-itu yang dalam benak orang yang ngasih ini-itu, pasti saya mampu mengerjakan.
Seperti pada Rabu (6/2/2019) malam, saya ditelpon oleh panitia Diskusi Kreatif bertajuk Kiat Menembus Pasar Internasional.
Dia meminta saya jadi salahsatu pembicara acara yang digelar oleh Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Mas kan, sudah mendaftar jadi peserta acara besok, tapi kami berharap mas jadi narasumber. Bisa, ya?" kata suara wanita di seberang telepon bernama Irma.
Saya tidak menjawab "iya", tapi bertanya, "Saya harus bicara soal apa?"
"Lebih ke soal yang terkait dengan media. Misalnya peran media dalam mengembangkan perfilman. Bisa? "
Niat saya mau bertanya lebih banyak, batal. Suara keras petugas di dalam KRL Stasiun Manggarai memaksa saya berhenti bicara. "Ok, saya bisa," jawab saya diujung obrolan.
Esoknya, saya ke tempat acara di Hotel Akmani Jakarta Pusat. Eh, beneran lho, nama saya tercatat sebagai narasumber, menggantikan Ishadi SK. Saya disandingkan dengan Andi Arsyil, aktor dan penulis buku pada sesi pertama diskusi.
Sesi berikutnya ada sineas Indonesia rasa Hollywood Livy Zeng dan produser Manoj Punjabi pemilik rumah produksi MD Pictures.
***
Di kesempatan lainnya, saya bilang "Iya" waktu Adisurya Abdi sineas yang kini jadi Kepala Sinematek Indonesia meminta saya bergabung dengan Yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail untuk mengadakan "Usmar Ismail Awards 2016".
Saya mengangguk ketika penyelenggara Festival Film Indonesia (FFI) 2008 meminta saya jadi Ketua Bidang Humas dan Dokumentasi perhelatan itu.
Saya iyakan juga sewaktu diminta mengkoordinir keberangkatan tim sineas Indonesia ke ajang "Indonesia Movie Week 2017" yang berlangsung di Kroasia, Eropa Timur.
Beberapa tugas lainnya, selalu selama masih bisa saya anggap tantangan, maka saya ambil. Saya "iyain".
Apakah setiap diberi tugas, saya yakin bisa menyelesaikan? Soal yakin itu harus, walau godaan dan hasutan kegagalan juga muncul. Tapi saya menikmati konsekuensi pernyataan "Ya", yaitu pengalaman dan tantangan baru. Itu yang bikin hati serasa dicambuk bahagia. **
Beberapa kali saya diminta (didoakan) menyelesaikan sebuah tugas pekerjaan. Misalnya mengorganisir lebih dari satu bidang, yang melibatkan banyak orang.
Sewaktu bekerja di Harian Terbit, pihak manajemen koran milik grup Poskota itu menugaskan saya secara estafet sebagai korektor, staf sekretaris redaksi, juru foto, penulis kolom (Kopi Sore), dan reporter.
Bersama aktor Andi Arsyil jadi narsum diskusi "Kiat Menembus Pasar Internasional". |
Sebagai reporter, saya diminta oleh redaktur yang sibuk nyambi di luar kantorl, agar saya menjaga rubrik sekaligus perwajahan (lay out) dua halaman rubrik Hiburan. Saya berkutat di desk hiburan mulai 1995.
Jadi, selain menulis berita dari lapangan, saya juga kerjakan tugas redaktur yang ketika datang, dia tinggal kasih approavel sebelum hasil lay out naik ke percetakan.
Akibatnya, petugas layout man yang resmi pun sering ongkang-ongkang kaki, karena saya ambil tugasnya. Saya sering merasa lebih efektif bekerja sendiri.
Mulai dari membuat judul berita, mengatur mana yang layak jadi headline, berita box, profil, dan human interest (kaki).
Setiap berita punya jenis huruf tertentu dan komposisi yang baik agar pembaca nyaman. Petugas lay out, memberi saya kesempatan belajar sampai mahir. Dia sih asik-asik ngopi dan merokok sambil nonton tivi. Apakah dia merasa ilmunya saya curi, entahlah.
Saya diminta jadi ini-itu yang dalam benak orang yang ngasih ini-itu, pasti saya mampu mengerjakan.
Seperti pada Rabu (6/2/2019) malam, saya ditelpon oleh panitia Diskusi Kreatif bertajuk Kiat Menembus Pasar Internasional.
Dia meminta saya jadi salahsatu pembicara acara yang digelar oleh Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Mas kan, sudah mendaftar jadi peserta acara besok, tapi kami berharap mas jadi narasumber. Bisa, ya?" kata suara wanita di seberang telepon bernama Irma.
Saya tidak menjawab "iya", tapi bertanya, "Saya harus bicara soal apa?"
"Lebih ke soal yang terkait dengan media. Misalnya peran media dalam mengembangkan perfilman. Bisa? "
Niat saya mau bertanya lebih banyak, batal. Suara keras petugas di dalam KRL Stasiun Manggarai memaksa saya berhenti bicara. "Ok, saya bisa," jawab saya diujung obrolan.
Esoknya, saya ke tempat acara di Hotel Akmani Jakarta Pusat. Eh, beneran lho, nama saya tercatat sebagai narasumber, menggantikan Ishadi SK. Saya disandingkan dengan Andi Arsyil, aktor dan penulis buku pada sesi pertama diskusi.
Sesi berikutnya ada sineas Indonesia rasa Hollywood Livy Zeng dan produser Manoj Punjabi pemilik rumah produksi MD Pictures.
***
Di kesempatan lainnya, saya bilang "Iya" waktu Adisurya Abdi sineas yang kini jadi Kepala Sinematek Indonesia meminta saya bergabung dengan Yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail untuk mengadakan "Usmar Ismail Awards 2016".
Saya mengangguk ketika penyelenggara Festival Film Indonesia (FFI) 2008 meminta saya jadi Ketua Bidang Humas dan Dokumentasi perhelatan itu.
Saya iyakan juga sewaktu diminta mengkoordinir keberangkatan tim sineas Indonesia ke ajang "Indonesia Movie Week 2017" yang berlangsung di Kroasia, Eropa Timur.
Beberapa tugas lainnya, selalu selama masih bisa saya anggap tantangan, maka saya ambil. Saya "iyain".
Apakah setiap diberi tugas, saya yakin bisa menyelesaikan? Soal yakin itu harus, walau godaan dan hasutan kegagalan juga muncul. Tapi saya menikmati konsekuensi pernyataan "Ya", yaitu pengalaman dan tantangan baru. Itu yang bikin hati serasa dicambuk bahagia. **
Komentar
Posting Komentar