Awal Februari 2019, saya menghadiri acara syukuran pernikahan artis sinetron, yang belum saya kenal. Namanya Maya Yuniar.
Roby Bo, teman berprofesi model iklan, berbadan tambun, kepala botak dan berkumis mengajak saya ke acara yang berlangsung di Grand Sharon Residence, Bandung.
"Datang ya, bro. Hotel sudah disiapin buat lu nginep," kata Roby via Whatsapp, Jumat (1/2/2019) siang.
Ada Lukman Sardi pemeran Amir Hamzah, juga Prissia Nasution yang jadi Tengku Tahura, anak dari istri kedua Amir Hamzah. Usai pentas, saya bertemu Lukman dan mengucapkan selamat atas kesuksesan penampilannya.
Sebelum pentas tadi Happy Salma menyalami beberapa wartawan yang duduk-duduk di ruangan sisi kiri GKJ, menungggu gong berbunyi tanda pentas segera dimulai. Saya juga disalami. Sejak sama-sama ke Cannes Film Festival 2012, baru malam itu ketemu lagi. Sisanya, menyapa di dunia maya. Sepertinya Happy lupa dan saya tak tergerak mengingatkan bahwa kita pernah sama-sama jadi 'imigran' di Prancis.
Untuk pertamakalinya juga, saya melihat aktor film ini tampil berdialog dalam naskah panjang di pentas teater. Selama ini saya lebih mengenalnya sebagai orang film.
Keluar dari GKJ saya dan wartawan Herman Wijaya, numpang mobil pak Yan Wijaya yang ditemani pak Ipik Tanoyo. Mereka tokoh senior wartawan film. Sampai stasiun Juanda, saya dan Herman turun.
Roby Bo, teman berprofesi model iklan, berbadan tambun, kepala botak dan berkumis mengajak saya ke acara yang berlangsung di Grand Sharon Residence, Bandung.
Maya Yuniar |
Saya menyanggupi datang. Tapi, malam itu harus nonton pentas Nyanyi Sunyi Revolusi, drama kisah sastrawan Amir Hamzah yang mati dibunuh entah oleh siapa di jaman pergerakan.
Sudah lama juga tidak main ke Gedung Kesenian Jakarta. Maka, malam itu saya abaikan rencana menginap di Bandung. Besok pagi saja berangkatnya, begitu pikir saya.
Nyanyi Sunyi Revolusi dihadirkan oleh Titimangsa, brand milik artis Happy Salma. Sekarang, istri putra salahsatu raja Bali ini rajin memproduksi pentas kesenian dan teater. Dari beberapa produksinya, baru kali ini saya berhasil nonton.
Nyanyi Sunyi Revolusi |
Sebelum pentas tadi Happy Salma menyalami beberapa wartawan yang duduk-duduk di ruangan sisi kiri GKJ, menungggu gong berbunyi tanda pentas segera dimulai. Saya juga disalami. Sejak sama-sama ke Cannes Film Festival 2012, baru malam itu ketemu lagi. Sisanya, menyapa di dunia maya. Sepertinya Happy lupa dan saya tak tergerak mengingatkan bahwa kita pernah sama-sama jadi 'imigran' di Prancis.
Nyanyi Sunyi Revolusi |
Jam 22.00 di gawai (seluler) bikin cemas hati. Karena harus ke Bandung malam ini atau besok pagi sekali. Selama pertuniukan, saya duduk di kurai lantai atas GKJ. Sengaja saya cari colokan listrik gawai, yang sering ngedrop. Batere gawai saya charge sampai 100%.
Tim Nyanyi Sunyi Revolusi |
Di perjalanan pulang ke Bekasi, di dalam kereta, saya browsing google ternyata bis ke Bandung malam hari tidak ada. Artinya, besok pagi buta sebelum subuh sudah harus bangun.
Bis Primajasa dari Kota Harapan Indah ke Bandung mulur waktu setengah jam, sama sekali tak peduli perjuangan saya yang sudah gedebugan jam 04.00, lalu ngebut dan parkir motor di RS Citra Harapan. Bis pertama datang jam 05.30.
Perjalanan ke Bandung macet, mulai di depan tol Bekasi Timur. Pendingin udara bis bikin mata riyep-riyep, nagih tidur. Saya ambil buku kecil di dalam tas. Buku itu belum tuntas saya baca. Isinya menginspirasi supaya rajin menulis.
Ketika mampir ke Giant supermarket dekat rumah, saya dapati buku itu. Melihat judul, penulis, dan membaca sinopsisnya, saya beli. Harganya pun istimewa, Rp5.500 (gak sampai ceban!).
Buku itu tercabut dari rak "obral", saya niat membaca nanti. Dalam perjalanan ke Bandung itu, saya ngobrol dengan buku yang membantu membunuh jenuh.
Buku terbitan tahun 2008 itu, saya temukan dan baca di era milenium 2019. Apakah ada yang salah dengan pergaulan literasi saya, sampai tertinggal jauh? Ah, mungkin cuma soal kesempatan saya kenal dengan Ndoro Kakung di medsos dan bukunya ini.
Tidak ada kata terlambat, begitu kalimat bijak supaya kita tetap menghargai pengetahuan. Tapi, saya sampai di Bandung jam 11.00. Padahal acara dimulai jam 10.00. Artinya, ini jelas terlambat!
Komentar
Posting Komentar