Sekitar jam 21.00 saya yang berada di luar studio, didatangi tim Trans7 (official beoadcast UIA) agar saya siap-siap maju ke panggung untuk mewakili almarhum SM Ardan yang malam itu mendapat Penghargaan Khusus dari Dewan Juri UIA sebagai Pewarta Film Pelestari Arsip Perfilman.
Saya sempat menolak, dan minta agar Kepala Sinematek Adisurya Abdy saja yang menerima, karena lebih tepat. SM Ardan lebih dari 22 tahun bekerja di pusat dokumentasi perfilman itu.
Tapi bang Adisurya juga tak ingin dirinya muncul. Akhirnya saya mengalah.
Untuk masuk ke studio tidak mudah meski saya punya ID ALL ACCESS. Ritual acara live televisi mengharuskan saya berdiri menunggu break, sebelum masuk segmen berikutnya.
Saya ditempatkan di barisan depan, persis di samping kanan Angga Dwimas Sasongko, sutradara film Surat Dari Praha yang semalam meraih tiga Piala Usmar Ismail Awards untuk katagori Sutradara, Film, dan Pemeran Utama Prianya. Agak ke seberang kanan, ada Joko Anwar sutradara A Copy of My Mind. Artinya saya duduk di barisan Nominasi Sutradara.
Ketika MC mengumumkan dan menyebut SM Ardan atau yang mewakilinya, saya maju. Yang menyerahkan Piala Penghargaan Khusus itu adalah Kepala Bekraf Triawan Munaf. Tak sempat saya ngobrol kecuali "say hello" pada ayah penyanyi Sherina Munaf tersebut.
Ritual berikutnya, usai menerima piala saya sampaikan testimoni beberapa detik lalu ke belakang panggung bersama Pak Triawan untuk kembali ke tempat duduk.
Jalan menuju kursi studio yang ada di depan mata tak sederhana. Dari belakang panggung saya menyusuri beberapa ruangan kru, lalu muncul di pintu masuk utama Balai Kartini, naik escalator, dan masuk studio lagi. Menunggu break lagi. Namun saya memilih duduk di luar bersama teman-teman wartawan peliput UIA.
Piala milik almarhum SM Ardan yang saya tenteng, dimanfaatkan untuk property foto-foto oleh sejumlah wartawan dan panitia.
Tapi siapakah SM Ardan itu? Saya tidak sempat mengungkapkannya di panggung. Juga tak ada penjelasan dari MC maupun teks di layar monitor tivi mengenai sosok SM Ardan.
Untuk itu saya ingin menjelaskan secara singkat sosok SM Ardan di sini.
SM Ardan bernama asli Syahmardan adalah penyair, sastrawan, tokoh Betawi yang juga seorang pewarta film. Dia lahir di Medan 2 Februari 1932 dan wafat pada 26 November 2006 akibat kecelakaan tertabrak pengendara motor seminggu sebelumnya.
Dia merupakan tokoh penting kebangkitan lenong, dan topeng Betawi. Sejumlah karyanya antara lain Terang Bulan Terang di Kali (kumpulan cerpen 1955), Ketemu di Djalan (kumpulan sajak 1956), Nyai Dasima (novel 1965), Si Pitung (skenario film 1970), Pembalasan Si Pitung (skenario film 1977), dan lain-lain.
Sebagai pewarta, SM Ardan pernah bekerja untuk Majalah Merdeka, Suluh Indonesia, Abad Muslim, dan Citra Film.
Selama 22 tahun hingga akhir hayatnya, SM Ardan bekerja di Sinematek Indonesia.
Saat bang Ardan di Sinematek, saya sempat mewawancarai sosok pendiam ini untuk program tayangan "Apresiasi Festival Film Indonesia" di TVRI tahun 2003. **
Komentar
Posting Komentar