Langsung ke konten utama

Cinta Rupiah Tanpa Tanda Pagar

Tahun 1990an akhir, Indonesia mengalami krisis moneter yang memunculkan "Gerakan Cinta Rupiah". Gerakan dalam rangka merayakan 'krismon' itu imbas dari nilai tukar mata uang Amerika (dolar) yang jauh meninggalkan mata uang Republik Indonesia (rupiah).

Aksi massa itu dimotori sejumlah pengusaha, sosialita dan termasuk juga mbak Tutut, putri Presiden Soeharto. Tentu saja yang punya hak merayakan aksi menukar dolar ke rupiah adalah para pemilik tumpukan dolar. Mereka yang menyimpan mata uang Arab real, apalagi cuma beberapa lembar rupiah, dijamin gak bisa ikut-ikutan. 

Pada hari-hari aksi berlangsung, saya masih petantang-petenteng membawa kamera EOS inventaris kantor, lalu bikin tulisan dan foto untuk diserahkan ke redaktur Ekonomi atau Megapolitan di koran sore Harian Terbit (masih milik Poskota Grup). 

Bahan tulisan dan foto itu sebenarnya bukan penugasan dari redaktur, tapi inisiatif saya sebagai wartawan junior yang 'kurang kerjaan' saja sifatnya.

Tugas utama saya sebenarnya mengisi dua halaman suplemen "Belanja" yang terbit berkala, seminggu sekali. Hanya pak LB Priyono (almarhum) yang setia menunggu laporan saya dari lapangan. Saat itu saya masih magang, dan digarap khusus untuk misi khusus mencari peluang iklan. Terjun bebas ke lapangan untuk mengisi dua halaman koran setiap minggu jadi pengalaman manis hari ini. 

Dan, hampir setiap hari orang yang sebelumnya menyimpan rapat-rapat dolar (dan menunggu harganya naik secara signifikan untuk mendapat untung) mendadak merasa ikut berjasa menjadi pahlawan keuangan. 

Sejatinya, menyimpan dolar adalah salahsatu investasi selain menabung uang rupiah, menyimpan logam mulia, tanah, dan property. 

Maka bisa dibayangkan ketika rupiah yang semula adem-ayem dibawah Rp3000 per dolar, mendadak demam tinggi hingga hampir tembus Rp16.000 per dolar. Berapa kali lipat keuntungan dari menukar dolar jaman itu.  

Belum ada tagar (tanda pagar) #CintaRupiah, belum ada media sosial semacam twitter dan facebook yang riuh. Belum ada cebong dan kampret juga. 

Sedemikian hebohnya aksi "Cinta Rupiah" ketika itu sampai Papa T Bob membuatkan lagu khusus untuk penyanyi anak-anak Cindy Cenora yang lucu dan centil. Saya tidak yakin, anak sekecil itu paham arti lirik lagu yang dinyanyikan,  kecuali iramanya yang memang riang. 

Tidak lama setelah itu tumbuh subur bisnis baru artis penjual makanan. Mereka membuka usaha dimanapun. Berceceran. Dan, lokasi yang paling terkenal adalah Kampung Tenda Semanggi (sekarang Kawasan SCBD-Sudirman), tempat puluhan artis yang kehilangan job manggung atau pun yang kegenitan dan latah membuka usaha rumah makan. 

Hari-hari ini, setelah 23 tahun berlalu mulai muncul lagi anasir bahkan imbauan agar masyarakat menukar dolar dengan rupiah. Sebab kurs rupiah mencapai titik Rp15.000 per dolar. Hal ini dianggap sejumlah orang sebagai kondisi rawan, mengancam perekonomian nasional.  Framingnya sama seperti pada jaman 'krismon' 1996, yaitu seolah-olah para penukar uang Amerika itu adalah pahlawan keuangan. Buat saya aksi itu lucu dan tidak ada istimewanya. Sinis dan nyinyir, ya? Jangan tanya kenapa? **

Foto ilustrasi diperagakan oleh sejumlah pengusaha multi nasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Night Bus: Malam jahanam sepanjang jalan

Perjalanan menuju kota Sampar malam itu berubah mencekam. Bus yang dikemudikan Amang dipaksa berhenti di setiap pos pemeriksaan di jalur konflik bersenjata. Beberapa penumpang tewas termasuk sang sopir, saat bus dikepung separatis Samerka (Sampar Merdeka). Bagudung, sang kernet berhasil membawa lari bus dari kepungan saparatis yang keji diketuai Jenderal Basir. Tak satupun penumpang mengira akan menghadapi kekacauan tersebut. Bus malam berisi setengah dari kapasitas kursi. Ada Yuda seorang wartawan (diperankan Edward Akbar), Umar orang kaya di kampung (Torro Margens), pengamen tunanetra (PM Toh), anggota LSM, seorang penyusup misterius, nenek Nur dan Leyla cucunya, gadis Annisa dan pemuda pacarnya, serta seorang perempuan yang kemudian diketahui sebagai korban konflik; ayahnya dibunuh dan dia sendiri diperkosa secara massal.     Film Night Bus dikupas bergaya thrailler yang menegangkan oleh sutradara Emil Heradi. Suguhan cerita, terutama faktor sulitnya syuting di ruanga

Mendadak ditelepon sutradara film

Sore menjelang maghrib, Selasa (21/3/2017) sebuah pesan Whatsapp bertengger di  handphone  android saya. Terbaca tiga baris pesan: Pak? / Ini Hanung/ Aku bisa telf?/ Saya ragu, apa benar si pengirim pesan sutradara film terkenal itu, atau orang iseng yang mau praktik cyber crime ? Tapi terlihat dari profile foto WA-nya memang dia!. Kemarin, saya menemuinya di Djakarta Theatre di peluncuran trailer dan soundtrack “Kartini”, film yang disutradarainya. Secara khusus, saya berniat mau bertanya soal IBOS. Sejak wawancara pertama tahun 2004 untuk program apresiasi Festival Film Indonesia di TVRI, dan satu frame di acara talkshow Festival Film Jakarta 2006 di JAK-tv, saya tidak intens berkomunikasi meski sesekali bertemu. Nomer kontaknya pun saya tidak punya.  Ada beberapa wartawan di sana. Tapi saya duduk-duduk di tempat agak berjarak dengan kerumunan. Menunggu sampai wartawan selesai bertanya dan saya akan hampiri Hanung. Hampir sejam dia dikepung wartawan, belum

Murka tetua adat Kampung Melo, Manggarai-NTT

Rumah adat Melo milik tetua adat, Yosep Manggarai Barat di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki pesona wisata yang terkenal hingga manca negara yaitu Pulau Komodo (Taman Nasional Komodo) dan Labuan Bajo, surga bagi penikmat wisata alam bawah laut. Selain kedua nama populer tersebut, ada kawasan yang tidak kalah memikat yaitu Kampung Adat Melo berjarak sekitar 40 km dari Labuan Bajo. Letak geografis Kampung Adat Melo berada di pegunungan dengan suhu udara antara 10 sampai 20 derajat. Kondisi ini lebih sejuk daripada suhu di NTT pada umumnya berkisar 33 hingga 34 derajat. Yosep menjaga adat hingga nanti Banyak hal menarik dari Kampung Adat Melo selain bangunan rumah panggung yang dihuni warganya. Di saat tertentu, tujuan wisata yang telah ditetapkan sebagai "Kampung Adat" ini menampilkan atraksi budaya, kerajinan tradisional tenun kain sarung, peci, tas serta makanan khas Manggarai.  Kampung Adat Melo berada persis di Desa Liang Ndara, K