Sebagai orang gila yang berbadan hukum, tentu saja aku mendapatkan hak previlage, istimewanya kemudahan akses memasuki semua lini kehidupan sosial dan politik.
Kadar gilaku berbeda dengan kebanyakan orang gila. Itu bisa kubuktikan dengan sertifikat
gila yang kumiliki. Apa aku bangga dengan kegilaanku, yang sudah mendapat pengakuan secara
nasional? Yaiyalah. Sertifikat yang kuterima dari Asosiasi Orang Gila sudah kubingkai dengan
cantik di dalam kaca bening, kupajang di tembok ruang tamu rumahku, supaya mereka yang datang tahu
siapa aku sebenarnya.
O, ya hampir saja lupa, kegilaanku bercitarasa tinggi, lho,
Bukan ecek-ecek atau sembarangan. Bukan sekadar gila hormat, gila harta,
gila judi, gila perempuan, gila seks, gila olahraga, atau gila pangkat dan
jabatan, Ah, itu gak level!.
Orang gila semacam itu stratanya jauh dibawahku.
Bukannya sombong atau mau pamer nih, aku gila bukan karena terpaksa atau apalagi cuma gara-gara dijanjikan iming-iming
harta, tahta, dan wanita. Kegilaanku adalah dorongan suci dari dalam
diri, ini adalah panggilan jiwaku. Idealismeku.
Sebagai orang gila, pengalamanku tidak diragukan lagi atau
dianggap enteng, termasuk untuk mengerjakan tugas yang bagi sebagian banyak orang waras anggap susah. Aku
bisa melakukannya semua, aku jadi suka kasihan melihat orang waras.
Aku mau sharing
pengalaman, dengan mereka yang masih bingung mau jadi apa, atau mau ngapain? Aku bisikin rahasia ya, banyak kok yang datang minta tolong aku,
dan syukurlah mereka yang dulu datang minta tolong, sekarang sudah sukses jadi wakil rakyat, menteri, pejabat,
artis, dan beberapa profesi lainnya.
Pada prinsipnya, aku cukup terbuka dan fleksibel, kapanpun bisa diminta datang untuk memberi pelatihan, workshop atau apapun namanya itu, sehari juga tidak apa-apa, gratis tidak perlu bayar.
Pada prinsipnya, aku cukup terbuka dan fleksibel, kapanpun bisa diminta datang untuk memberi pelatihan, workshop atau apapun namanya itu, sehari juga tidak apa-apa, gratis tidak perlu bayar.
Kepada mereka yang tertarik untuk menjadi gila, aku sudah siapkan tips and trik.
Bukan. Bukan asal-asalan seperti sekolah abal-abal itu. Setidaknya aku punya
silabus pelatihan tentang bagaimana menjadi orang gila dengan cepat. Materi pelajaran bersumber
dari buku-buku terjemahan dan buku lokal. Ada juga diktat dari calon mahasiswa yang
tidak lulus. Pokoknya dijamin mudah diserap, gampang diterapkan.
Tagline dan
mottoku: Tidak gila, maka uang kembali, ups!, sorry, tadi aku sudah bilang tidak
pasang tarif alias gratis, kan? Ya namanya juga orang gila, mohon maklumlah. Yang pasti pengajaran
dan pelatihan ini, semua aku dedikasikan untuk mempercepat proses pertumbuhan
orang gila.
Jujur saja, aku, ah ini tidak masuk akal, dan tidak mungkin orang
gila bisa berbohong dengan lancar. Aku ini kesepian dalam kedudukanku di puncak kegilaan. Kenikmatan sebagai
orang gila kuraih dengan mudah.
Ada yang perlu surat zin proyek gedung olahraga, sini aku bereskan. Mau bikin kontrak proyek pembuatan Kartu Tanda Penduduk sistem elektronik, atau meloloskan pengadaaan alat kesehatan, pengadaaan alat berat dan sistem keamanan, percetakan buku agama, dan banyak proyek-proyek atas nama kemanusiaan, atas nama rakyat, dan lainnya. Semua proyek tidak kecil harganya, triliunan rupiah? Itu soal mudah buatku
Ada yang perlu surat zin proyek gedung olahraga, sini aku bereskan. Mau bikin kontrak proyek pembuatan Kartu Tanda Penduduk sistem elektronik, atau meloloskan pengadaaan alat kesehatan, pengadaaan alat berat dan sistem keamanan, percetakan buku agama, dan banyak proyek-proyek atas nama kemanusiaan, atas nama rakyat, dan lainnya. Semua proyek tidak kecil harganya, triliunan rupiah? Itu soal mudah buatku
Kehidupan orang gila kurasakan sangat hedonis dan glamour, penuh harmoni dan dihormati, banyak orang yang mengincar status gila, tetapi mereka tidak
tahu bagaimana caranya, sehingga banyak yang tersasar salah jalan, akhirnya mereka berjalan
lurus-lurus saja. Jiwa mereka pun merana sepanjang hayat. Gokil, kan
cara-cara yang biasa itu?
Jangan kalian kira aku suka dan minta disembuhkan dari penyakit yang mengasyikkan ini. Apa, penyakit? Maaf, aku salah ucap, bukan, ini bukan sejenis koreng, panu, atau AIDS. Banyak dokter datang kepadaku, mereka katanya mau membenahi syaraf-syarafku yang menurut mereka agak bergeser, tapi semuanya aku tolak, aku meronta-ronta, minta keadilan dan mengajukan keberatan ke Dewan Perwakilan Orang Gila, mensomasi para dokter itu. Aku senang, akhirnya mereka para dokter itu, sekarang sudah menyadari kesalahannya, mereka jadi anak buahku, menuruti perintahku.
Bukan cuma dokter yang menjadi pasienku, seperti aku ceritakan tadi, profesi penting dan mulia seperti dukun, orang pinter, paranormal, tabib, atau apapun namanya, semuanya aku tolak ketika mereka mau meluruskan jiwa dan otakku.
Aku tolak semua itu demi kemaslahatan hidup dan integritasku sebagai orang gila. Pernah juga mereka melawan, aku tidak segan-segan menuntut ke pengadilan, dan yakin pasti menang di tingkat awal pengadilan, bahkan tidak sampai ada kasasi, apalagi proses hukum lainnya, karena banyak anak buahku di gedung pengadilan, dan aku selalu menang.
Tak sedikit teman-temanku di masa waras, akhirnya beralih ke dunia gila. Mereka semula malu-malu kucing untuk bikin akun di media sosial twitter, facebook, instagram, whatsapp, path, dan lain-lain. Sekarang justru mereka sudah sepertiku. Narsisius dan kemaluannya jadi mengecil di dunia maya. Mereka gila jika status postingannya tidak dikomentari atau diberi kode 'like' oleh pemirsa, jangan heran kalau aku tidak suka memberi like atau mengomentari postingan status teman-temanku, kuharapkan mereka menjadi gila secara wajar dan elegan, penuh rasa tanggungjawab.
Jangan kalian kira aku suka dan minta disembuhkan dari penyakit yang mengasyikkan ini. Apa, penyakit? Maaf, aku salah ucap, bukan, ini bukan sejenis koreng, panu, atau AIDS. Banyak dokter datang kepadaku, mereka katanya mau membenahi syaraf-syarafku yang menurut mereka agak bergeser, tapi semuanya aku tolak, aku meronta-ronta, minta keadilan dan mengajukan keberatan ke Dewan Perwakilan Orang Gila, mensomasi para dokter itu. Aku senang, akhirnya mereka para dokter itu, sekarang sudah menyadari kesalahannya, mereka jadi anak buahku, menuruti perintahku.
Bukan cuma dokter yang menjadi pasienku, seperti aku ceritakan tadi, profesi penting dan mulia seperti dukun, orang pinter, paranormal, tabib, atau apapun namanya, semuanya aku tolak ketika mereka mau meluruskan jiwa dan otakku.
Aku tolak semua itu demi kemaslahatan hidup dan integritasku sebagai orang gila. Pernah juga mereka melawan, aku tidak segan-segan menuntut ke pengadilan, dan yakin pasti menang di tingkat awal pengadilan, bahkan tidak sampai ada kasasi, apalagi proses hukum lainnya, karena banyak anak buahku di gedung pengadilan, dan aku selalu menang.
Tak sedikit teman-temanku di masa waras, akhirnya beralih ke dunia gila. Mereka semula malu-malu kucing untuk bikin akun di media sosial twitter, facebook, instagram, whatsapp, path, dan lain-lain. Sekarang justru mereka sudah sepertiku. Narsisius dan kemaluannya jadi mengecil di dunia maya. Mereka gila jika status postingannya tidak dikomentari atau diberi kode 'like' oleh pemirsa, jangan heran kalau aku tidak suka memberi like atau mengomentari postingan status teman-temanku, kuharapkan mereka menjadi gila secara wajar dan elegan, penuh rasa tanggungjawab.
Mumpung ada orang gila sebaik aku, wahai kalian yang waras, coba renungkan nasihatku ini,
jadilah orang gila yang wajar, jangan seperti orang waras yang berlaku gila itu. Lakukan saja sekarang, saat ini,
detik ini, jangan buang waktu lagi, selamat memasuki dunia orang-orang gila.
O,
ya jangan lupa untuk berusaha mencapai prestasi gila setinggi-tingginya, agar kegilaan kalian
diakui negara, kabari aku jika sudah dapat sertifikat, ya? **
Puri Harapan, 13 April 2017
Komentar
Posting Komentar