Langsung ke konten utama

Jangan wawancara sekarang..

PADA hari saya berulangtanggal kelahiran, saya mencoba introspeksi, mewawancarai diri sendiri, yang selama ini sulit diajak bicara karena sepertinya dia terlalu sibuk. Entah kesibukan seperti apa yang dilakukan diri ini, sehingga sulit diajak bicara hati ke hati. Ini membuat wawancara eksklusif dengan saya jadi berlarut-larut.

Akhirnya, saya memutuskan mewawancarai diri sendiri secara on the spot. Maksudnya, kapan dan di manapun diri ini berada, jika siap ditanya-tanya, langsung disodori pertanyaan. Saya beruntung, melalui beberapa kali pertemuan dengan diri sendiri, wawancara bisa dilakukan meski hasilnya tidak optimal. Berikut ini petikan wawancara saya dengan diri sendiri:

Sibuk sekali Anda tampaknya?
Nggak juga, tapi ya seperti inilah. Kalau saya tidak sibuk, atau tidak melakukan sesuatu supaya kelihatan sibuk, nanti saya dianggap tidak menghormati keberkahan yang diberi oleh Tuhan.

Apa saja kesibukan Anda, sehingga sulit untuk saya temui?
Banyak sekali mas, mulai dari bangun tidur sampai mau tidur saya selalu sibuk. Yaa, buat gaya saja. Kalau nggak sibuk, kayaknya kurang afdol. Tapi, kalau boleh jujur, sebetulnya soal tidak ada waktu itu, hehehe cuma akal-akalan saya saja (garuk-garuk kepala). Sebenarnya, saya punya waktu cukup kok untuk ditanya-tanya secara pribadi. Hehehe..

Kenapa Anda mengaku begitu? Berbohong, maksud saya?
Ssst.. kalau sama sampeyan, saya terbuka kok. Ini off the record- ya? Janji ya.

Ya saya janji. Jadi Anda sering bohong?
Berbohong saya lakukan sesekali saja, padahal itu merugikan diri saya sendiri. Pernah, di depan orang saya bilang 'ini' padahal saya 'itu'. Sejak dapat hidayah, saya berani mengatakan sesuatu yang saya anggap memang harus dikatakan.

Yakin sekali Anda dengan keberanian Anda?
Saya kira ini bukan soal berani atau bukan, ini soal pilihan atau sikap hidup saja. Saya harus bersikap seperti pemberani, supaya keberanian itu masuk ke dalam diri saya. Maka saya memilih jadi orang berani.

100 persen berani?
Kalau itu saya tidak berani jawab hehehe.. Maksud saya, walau saya berani, ada juga sesekali muncul perasaan khawatir. Ya, manusiawi kan? Rasa khawatir juga diciptakan oleh Tuhan, deh kayaknya. Seperti laki-laki dan perempuan, plus dan minus, panas dan dingin, semuanya ciptaan Tuhan yang masing-masing punya manfaat dan fungsi sendiri.

Kapan terakhir dihinggapi rasa khawatir atau takut?
Selalu muncul setiap hari. Tapi, fenomena kemunculannya itu selalu saya tutup dengan perasaan optimisme bahwa Tuhan yang membuat kehidupan ini, tidak pernah tidur. Jadi, saya selalu merasa 'dilihat' oleh Tuhan. Karena Tuhan Maha Kaya, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Kuasa dan Maha Semuanya, saya merasa nyaman. Sesekali sih nangis juga sekadar minta perhatian lebih dari Tuhan, atau pas kepentok masalah. Biasalah.. kan manusia.

Apa yang Anda rasakan saat ini?
Saya merasa bahagia saja.

Seperti apa bahagia itu menurut Anda?
Bahagia itu ya bahagia hehehe. Begini, saya pernah salah menilai dan menerapkan konsep bahagia. Dulu, saya pernah berfikir, tidak bahagia kalau tidak punya pacar, setelah punya saya fikir tidak bahagia kalau tidak menikah, setelah menikah saya fikir tidak bahagia kalau tak punya anak. Dan seterusnya.

Kalau dipikirin terus, kapan merasa bahagianya? Kemudian, saya putuskan detik ini juga saya sedang dan akan selalu merasa bahagia. Ternyata, mendapatkan rasa bahagia itu tidak perlu pakai syarat, tidak perlu mahal, tidak perlu jauh. Bahagia ada di dalam diri kita sendiri, sekarang. Bukan nanti.

Kalau sudah bahagia, lalu apa yang Anda kejar sampai sibuk begitu?
Saya tidak sibuk mengejar kebahagiaan kok. Kan, rasa bahagia itu sudah ada. Sibuk itu untuk menjalankan perintah Tuhan, supaya bermanfaat bagi banyak orang. Termasuk bermanfaat bagi istri, anak, tetangga, orangtua, teman, dan sesama.

Anda punya teman, siapa saja?
Teman itu sebuah konsep. Teman saya banyak. Malah semua yang ada di bumi dan planet teman saya. Banyak teman yang akhirnya menjadi seperti saudara. Tapi dari semua itu, teman yang paling dekat adalah diri saya sendiri.

Kalau musuh, siapa saja?
Musuh juga ada dalam sebuah konsepsi. Dalam kenyataan tidak ada. Kalau ada yang merasa tidak sepaham, sampai terjadi benturan fisik, itu kan karena konsep berfikir yang berbeda lalu diprovokasi oleh emosi. Selama emosi masih bisa dikendalikan, perbedaan akan tetap menarik dan menggairahkan menurut saya.

Obrolan hangat dengan diri saya akhirnya terhenti. Karena saya mulai terusik dan  bertanya soal lainnya yang membuat diri ini enggan menjawab pertanyaan:

Omong-omong, kapan Anda mau diwawancara sama malaikat? 
Waduh... pertanyaannya yang lain saja ya. Tapi, okelah saya jawab. Saya belum siap, jadi saya mohon jangan diwawancara sama malaikat sekarang.

Ada-ada saja pertanyaannya, bikin saya merinding. Sumpah, saya selalu mohon sama Tuhan supaya mampu melaksanakan tugas lebih panjang sebagai manusia. Maklum, amal dan ibadah saya masih sedikiiiiiit sekali. Tapi, karena Tuhan pemilik seluruh isi dunia dan akhirat, termasuk pemilik diri saya, apa boleh buat. Saya pasrah kalau itu kehendakNya. Ah sudah ya, saya jadi bete nih..

--- Pernah ditulis 5 Maret 2011 pukul 22:52 ---

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Night Bus: Malam jahanam sepanjang jalan

Perjalanan menuju kota Sampar malam itu berubah mencekam. Bus yang dikemudikan Amang dipaksa berhenti di setiap pos pemeriksaan di jalur konflik bersenjata. Beberapa penumpang tewas termasuk sang sopir, saat bus dikepung separatis Samerka (Sampar Merdeka). Bagudung, sang kernet berhasil membawa lari bus dari kepungan saparatis yang keji diketuai Jenderal Basir. Tak satupun penumpang mengira akan menghadapi kekacauan tersebut. Bus malam berisi setengah dari kapasitas kursi. Ada Yuda seorang wartawan (diperankan Edward Akbar), Umar orang kaya di kampung (Torro Margens), pengamen tunanetra (PM Toh), anggota LSM, seorang penyusup misterius, nenek Nur dan Leyla cucunya, gadis Annisa dan pemuda pacarnya, serta seorang perempuan yang kemudian diketahui sebagai korban konflik; ayahnya dibunuh dan dia sendiri diperkosa secara massal.     Film Night Bus dikupas bergaya thrailler yang menegangkan oleh sutradara Emil Heradi. Suguhan cerita, terutama faktor sulitnya syuting di ruanga

Mendadak ditelepon sutradara film

Sore menjelang maghrib, Selasa (21/3/2017) sebuah pesan Whatsapp bertengger di  handphone  android saya. Terbaca tiga baris pesan: Pak? / Ini Hanung/ Aku bisa telf?/ Saya ragu, apa benar si pengirim pesan sutradara film terkenal itu, atau orang iseng yang mau praktik cyber crime ? Tapi terlihat dari profile foto WA-nya memang dia!. Kemarin, saya menemuinya di Djakarta Theatre di peluncuran trailer dan soundtrack “Kartini”, film yang disutradarainya. Secara khusus, saya berniat mau bertanya soal IBOS. Sejak wawancara pertama tahun 2004 untuk program apresiasi Festival Film Indonesia di TVRI, dan satu frame di acara talkshow Festival Film Jakarta 2006 di JAK-tv, saya tidak intens berkomunikasi meski sesekali bertemu. Nomer kontaknya pun saya tidak punya.  Ada beberapa wartawan di sana. Tapi saya duduk-duduk di tempat agak berjarak dengan kerumunan. Menunggu sampai wartawan selesai bertanya dan saya akan hampiri Hanung. Hampir sejam dia dikepung wartawan, belum

Romantisme Tomohon, lokasi syuting "Hujan Bulan Juni"

Bunga Teratai di perigi kota Tomohon. (tis)  "Hujan Bulan Juni" tidak lebih dramatis dari Gerimis di Bulan November... Teman sekamar di Hotel Grand Puri, wartawan Herman Wijaya sibuk dengan gadget- nya selepas subuh, Sabtu (11/11/2017). Waktu terus bergerak ketika saya lirik jam di ponsel android menunjuk 06.30. Ini waktunya menyelinap keluar dari hotel, mampir ke tempat wisata alam dan sarapan terdekat. Hotel kami dekat lapangan olahraga kebanggaan masyarakat Manado, Stadion Klabat. Dari jendela kamar hotel terlihat lapangan itu sepi tanpa kegiatan. Nun jauh di belakang stadion, laut dan perbukitan menyapa ramah. Langit pagi cerah. Kemarin sore, kami iseng ke atap hotel melihat semuanya: Gunung Lokon, dan Gunung Klabat. Pagi ini  jatah sarapan dipastikan hilang demi bersegera hangout , capcuss .. Mengapa harus keluar hotel? Rugi, jauh-jauh dari Jakarta ke Manado kalau cuma nonton Festival Film Indonesia. Lagi pula agenda acara dari panitia FFI lokal adala