Langsung ke konten utama

Berenang ke tepian Presiden Republik Ikan


Seperti kebanyakan nelayan dan wisatawan di perairan Pantai Pangandaran, Jawa Barat ketika melihat Susi Pudjiastuti mantan menteri fenomenal itu, adalah minta izin berfoto bersama. Saya pun begitu. Cekrek!.

Banyak pantai di negeri ini saya kunjungi dan renangi. Rasanya rugi dan penasaran jika bepergian atau dinas ke daerah dekat pantai tanpa merasakan asinnya air laut setempat.

Berapa pastinya, entahlah. Tapi saya pernah mandi di Pantai Nirmala (kompleks Hotel Nirmala) dan Pantai Pulau Rasi di Biak-Numfor, Papua. Warna air laut (juga ikannya) di wilayah Teluk Cendrawasih ini menawarkan kegelisahan yang unik. Tak salah jika ada yang menyebutnya sebagai salahsatu surga.


Surga lainnya ada di Pulau Bokori Kendari, Sulawesi Tenggara. Saya datang ketika komunitas penyu yang dulunya berkoloni di sana hijrah entah kemana. Syahdan, Pulau Bokori merupakan tempat hewan laut penyu beranak-pinak. Suku Bajo penghuni pertama pulau kecil itu menyebut penyu sebagai "Boko", lalu "ri" yang artinya tempat. Maka jadilah sebutan Bokori.


Sejak tahun 1980an, masyarakat yang puluhan tahun tinggal di Pulau Bokori dipindahkan secara bertahap oleh pemerintah setempat ke wilayah daratan di seberang pulau. Di tempat baru mereka disediakan rumah. Sekarang Pulau Bokori dikelola oleh swasta sebagai destinasi wisata. Pantainya indah permai dikelilingi pohon kelapa.

Selanjutnya, Pantai Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu Jakarta Utara, Pantai Carocok Painan Sumatra Barat, Pantai Reklamasi Indah Kapuk, Pantai Labuan Bajo, Pantai Wakatobi, Pantai Tanjung Pandan, Pantai Tanjung Binga, Pantai Tanjung Kelayang (tiga nama terakhir ada di Belitung), Pantai Maumere NTT, dan lainnya.

Sewaktu dinas ke Kroasia, saya mampir ke Makarska dan Split. Dua kota di negara eks balkan itu pantainya menghadap ke Laut Adriatik. Eropa Timur sedang musim panas pada Juni 2017. Para pelancong rata-rata berkulit putih seolah berlomba menahan paparan matahari siang sampai sore. Karena kulit saya sudah cokelat, tak perlu berjemur. Cukup melihat-lihat suasana dari rimbunan pohon.

Melihat pantai di Prancis, di daratan benua Eropa pertamakali waktu ke Cannes. Udara pantainya sejuk dan segar, lebih mendekati dingin, sekitar 9-10 derajat. Lokasi pantai dekat penginapan selama saya meliput Festival Film Cannes 2011. Ternyata saya datang terlalu pagi jika ukurannya adalah kebiasaan warga setempat yang baru bangun dan beraktifitas jam 12.00an.

Siang di sini lebih panjang dibandingkan malam. Matahari terbit sekitar jam 04.30, terbenam (maghrib) menjelang jam 21.00. Durasi puasa Ramadan jadi lebih panjang 4-5 jam dibandingkan di Indonesia.  Sementara, saya sudah berdiri di bibir pantai mengarah Laut Liguiria itu jam 09.00.

Pantai di manapun selalu menawarkan sukacita. Secara umum bentuknya sama tapi memiliki sensasi dan kenangan berbeda. Pantai ibarat panggung teater alam. Hembusan angin serta suara buih ombak yang memecah menjadi bagian aransemen pertunjukan keindahan.

Setiap kita memiliki pantai sendiri. Minimal di dalam pikiran. Sejauh dan seluas pikiran pasti ada batasnya. Keterbatasan itulah "pantai" kita.

Sabtu 29 Mei 2021, menjelang tengah hari saya menceburkan diri ke laut di Pantai Barat Pangandaran, Jawa Barat.  Mencoba bernafas cepat, melenturkan otot kaki, lengan, perut dan leher.  Lumayan ngos-ngosan!

Kalau sudah begitu, saya minta pelampung kepada tim perahu motor pesiar yang membawa saya dan beberapa personel dari Kandang Ayam Rawamangun, Yon Moeis, Matt Bento aka Herman Wijaya, dan Mbah Cocomeo alias Erwiyantoro.

Sebelumnya, perahu mendekati sebuah kapal besar karam. Separo badannya tenggelam. Itulah kapal FV Viking yang sengaja dibiarkan terkapar di sana untuk dijadikan kenangan, monumen penumpasan dan penangkapan ikan secara ilegal.

"Kapal itu ditenggelamkan oleh Bu Susi (Pudjiastuti) sewaktu menteri," kata nakhoda perahu yang saya lupa mencatat namanya.

Kapal FV Viking berbobot 1.322 gross ton produksi Norwegia memiliki jaring penangkap ikan sepanjang 399 km. Sejak tahun 2013 kapal itu menjadi buronan interpol dan berakhir di Pangandaran pada hari Senin, 14 Maret 2016.

Meskipun diledakkan, kapal pelaku "Illegal Fishing" ini tidak ditenggelamkan oleh Susi Pudjiastuti (Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2014-2019) seperti kapal-kapal pencuri ikan lainnya. Total jumlah kapal  yang ditenggelamkan oleh Susi sebanyak 558 buah.

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Agus Suherman kepada wartawan menyebutkan, selama ini ribuan kapal dari negara asing sudah memasuki perairan Indonesia secara ilegal.

Selain mencuri ikan, kapal-kapal itu juga menyelundupkan narkoba, mengambil satwa yang dilindungi, dan memakai bahan bakar minyak (BBM) subsidi dari Indonesia.

"Jadi dari penenggelaman kapal ini, nilai aset Indonesia yang berhasil diselamatkan sebanyak ratusan triliun rupiah," kata Agus, saat mendampingi Susi menenggelamkan 21 kapal di perairan Tanjung Datuk, Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (6/10/2019).

***

Saya bukan perenang, hanya sejak kecil senang "ngobak" di sawah ketika tinggal di Jalan Swadaya V, Cempaka Putih, Jakarta yang jalannya belum aspal, belum ada listrik.

Berenang di air kobakan berlumpur berwarna cokelat bikin kulit jadi busik adalah hal biasa dan menyenangkan.

Akhirnya saya bisa berenang sampai ke tepian laut Pangandaran, mendekati tempat mantan menteri yang asik ber-paddle bersama anak-anak asuhnya. Senang bertemu pemilik jargon "Tenggelamkan" itu. Dia perempuan perkasa dan cerdas di darat (jadi menteri), laut (bersahabat dengan para nelayan) dan udara (pemimpin perusahaan penerbangan Susi Air).

Selama mengapung di pantai Pangandaran, Bu Susi berdiri di paddle sambil memegang dayung. Dia terlihat sangat menikmati kegiatan rutin itu sejak pensiun sebagai pejabat negara.

Beberapa kali perahu pesiar melintas pada jarak 5-6 meter di dekat Susi.  Para penumpang perahu selalu melambaikan tangan berteriak  memanggil perempuan kelahiran kota Pangandaran itu. Susi membalas lambaian mereka.

Bentuk lain kecintaan warga terutama para wisatawan terhadap Presiden Republik Ikan berlanjut setiba kami di pasir pantai. Para pelancong milenial bergantian datang meminta izin berfoto bersama. "Tetap harus jaga jarak, ya," pesan Susi mengingatkan soal prokes pencegahan CoVid 19.

Presiden Republik Ikan adalah sebutan Susi untuk dirinya setiap ditanya oleh wartawan atau 'dipaksa' para netizen agar dia ikut dalam pemilihan presiden tahun 2024. Julukan itu bernada satir sekaligus nyata. Mungkin terdengar lucu di telinga orang lain.  Berbahagialah orang yang mampu menertawakan dirinya sendiri.**

#presidenrepublikikan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Film Night Bus: Malam jahanam sepanjang jalan

Perjalanan menuju kota Sampar malam itu berubah mencekam. Bus yang dikemudikan Amang dipaksa berhenti di setiap pos pemeriksaan di jalur konflik bersenjata. Beberapa penumpang tewas termasuk sang sopir, saat bus dikepung separatis Samerka (Sampar Merdeka). Bagudung, sang kernet berhasil membawa lari bus dari kepungan saparatis yang keji diketuai Jenderal Basir. Tak satupun penumpang mengira akan menghadapi kekacauan tersebut. Bus malam berisi setengah dari kapasitas kursi. Ada Yuda seorang wartawan (diperankan Edward Akbar), Umar orang kaya di kampung (Torro Margens), pengamen tunanetra (PM Toh), anggota LSM, seorang penyusup misterius, nenek Nur dan Leyla cucunya, gadis Annisa dan pemuda pacarnya, serta seorang perempuan yang kemudian diketahui sebagai korban konflik; ayahnya dibunuh dan dia sendiri diperkosa secara massal.     Film Night Bus dikupas bergaya thrailler yang menegangkan oleh sutradara Emil Heradi. Suguhan cerita, terutama faktor sulitnya syuting di ruanga

Mendadak ditelepon sutradara film

Sore menjelang maghrib, Selasa (21/3/2017) sebuah pesan Whatsapp bertengger di  handphone  android saya. Terbaca tiga baris pesan: Pak? / Ini Hanung/ Aku bisa telf?/ Saya ragu, apa benar si pengirim pesan sutradara film terkenal itu, atau orang iseng yang mau praktik cyber crime ? Tapi terlihat dari profile foto WA-nya memang dia!. Kemarin, saya menemuinya di Djakarta Theatre di peluncuran trailer dan soundtrack “Kartini”, film yang disutradarainya. Secara khusus, saya berniat mau bertanya soal IBOS. Sejak wawancara pertama tahun 2004 untuk program apresiasi Festival Film Indonesia di TVRI, dan satu frame di acara talkshow Festival Film Jakarta 2006 di JAK-tv, saya tidak intens berkomunikasi meski sesekali bertemu. Nomer kontaknya pun saya tidak punya.  Ada beberapa wartawan di sana. Tapi saya duduk-duduk di tempat agak berjarak dengan kerumunan. Menunggu sampai wartawan selesai bertanya dan saya akan hampiri Hanung. Hampir sejam dia dikepung wartawan, belum

Romantisme Tomohon, lokasi syuting "Hujan Bulan Juni"

Bunga Teratai di perigi kota Tomohon. (tis)  "Hujan Bulan Juni" tidak lebih dramatis dari Gerimis di Bulan November... Teman sekamar di Hotel Grand Puri, wartawan Herman Wijaya sibuk dengan gadget- nya selepas subuh, Sabtu (11/11/2017). Waktu terus bergerak ketika saya lirik jam di ponsel android menunjuk 06.30. Ini waktunya menyelinap keluar dari hotel, mampir ke tempat wisata alam dan sarapan terdekat. Hotel kami dekat lapangan olahraga kebanggaan masyarakat Manado, Stadion Klabat. Dari jendela kamar hotel terlihat lapangan itu sepi tanpa kegiatan. Nun jauh di belakang stadion, laut dan perbukitan menyapa ramah. Langit pagi cerah. Kemarin sore, kami iseng ke atap hotel melihat semuanya: Gunung Lokon, dan Gunung Klabat. Pagi ini  jatah sarapan dipastikan hilang demi bersegera hangout , capcuss .. Mengapa harus keluar hotel? Rugi, jauh-jauh dari Jakarta ke Manado kalau cuma nonton Festival Film Indonesia. Lagi pula agenda acara dari panitia FFI lokal adala