Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2017

Diplomasi pisang goreng tanduk Mpok Nur

Peter, Herman dan saya. (foto: Harris Jauhari) Kuliner Indonesia macam bakso, sate, dan nasi goreng dikenal di antero dunia berkat tebaran Presiden Amerika ke-44 Barrack Obama. Dua kali ke Indonesia di tahun 2010 dan 2017, Barry ikut mempopulerkan kuliner yang merakyat itu. Di tingkat nasional, komunikasi politik dilakukan petinggi partai Demokrat, Soesilo Bambang Yudhoyono saat menjamu ketua umum Gerindra Prabowo Subianto dengan menu utama nasi goreng pada Juli 2017 di Istana Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Ternyata diplomasi kuliner lumayan ampuh untuk mencairkan suhu maupun kebekuan politik. Dunia politik pun mengenal istilah "tak ada makan siang gratis". Meski bukan bagian dari agen politik negara, apalagi sampai punya agenda politik nasional, saya mendapat suguhan pisang goreng tanduk Mpok Nur di Manggarai saat dipertemukan dengan Peter de Meij, staff bidang hukum Pusat Kebudayaan Belanda, Erasmus Huis di Jakarta. Pertemuan ini dicomblangi wartawan senior nan mahs

Saya ini si gembala kambing

Meski bukan penggembala hewan ternak, saya punya kambing domba lebih dari 20 ekor pada bulan Djulhijah tahun 1437 Hijriyah atau tahun 2016. Awalnya tidak terfikir akan punya kambing sebanyak itu. Apalagi berencana menjadi peternak kambing, sama sekali tidak. Tetapi saya punya ikatan emosional dengan binatang ternak. Waktu kecil saya cukup akrab dengan dunia unggas, ayam kampung, peliharaan pakde di Tanjung Priok, Jakarta. Saat kelas I SD saya belajar memelihara dan memotong ayam dengan benar. Tentu tidak di posisi sebagai pemegang pisau. Saya terbiasa menahan gerakan ayam yang meronta saat mau disembelih dengan menyatukan erat kedua sayapnya. Ini adalah teknik kuncian paling manusiawi. Posisi kepala ayam harus menghadap kiblat, dan jangan lupa membaca basmalah dan mencabut beberapa helai bulu di leher ayam sebelum pisau memutus nadi dan urat leher ayam. Bukannya tidak takut melihat darah ayam muncrat dan mengalir di bilah pisau belati milik pakde. Selalu saya terpejam sebenta

Lebaran Haji 1438 Hijriyah

Lebaran Haji, Iedul Qurban atau Iedul Adha pada 9 Djulhijah 1438 Hijriyah, di seluruh dunia dilaksanakan kompak hari Jumat, 1 September 2017. Pagi jam 06.30 WIB saya ikut merapatkan barisan bersama jemaah Masjid Al Ikhlas dekat rumah. Duduk bertakbir hingga datang waktu solat Ied. Ini mungkin sama seperti jemaah haji yang wukuf (diam berdoa) di Padang Arafah, Makkah. Bedanya, jemaah haji berkumpul di bawah terik matahari. Jemaah di sini duduk di dalam masjid berpendingin AC. Setan tidur pun leluasa menggoda iman. Di tempat saya tinggal, mayoritas adalah karyawan selain kalangan profesional sektor jual-beli (pedagang), dokter, guru, penjahit, dan beberapa orang tentara. Ini di Bekasi Utara. Masjid pagi ini fullbook , jemaah membludak keluar pagar masjid hingga bertambah tujuh shaf , diisi para jemaah muslimah. Ini selalu terjadi di setiap hari raya, termasuk Idul Fitri. Setelah solat dua rakaat dengan ketentuan, rakaat pertama 7 kali takbir dan rakaat kedua 5 kali takbir,