Langsung ke konten utama

Saat Joan & Ayu "Idol" nembang Come Together

Panggung Top 10 Spektakuler Show Indonesian Idol pada hari Selasa (13/2/2018) malam sangat berarti dengan penampilan duet Joan dan Ayu. Lagu Come Together milik The Beatles begitu segar mereka bawakan dengan karakter vokal berbeda.

Sajian malam itu benar-benar memanjakan alat pandang dengar penonton di dalam mau pun di luar studio.

Ada makna tersirat dari aksi Joan dan Ayu, yang menunjukkan semangat persatuan, kebersamaan, untuk menjadi yang terbaik; new Indonesian Idol!.

Panggung malam itu secara tidak langsung menjadi saksi betapa kuat sikap saling menjaga secara estetika dan artistik.

Joan menggebrak meraung di bait pertama (dari empat bait) lagu ciptaan John Lennon tersebut. Gadis berambut keriting kontestan asal Papua itu langsung menguasai panggung acara yang disiarkan oleh stasiun televisi RCTI.

Tubuh Joan relatif berat cukup sepadan dengan rasa percaya dirinya. Dia cantik lincah bergerak, enerjik dan tentu saja powerfull bernyanyi dengan langgam vokal gospel-nya yang sangat kental.

Dikepung sorotan tata cahaya lampu aneka warna, Joan bak superstar. Dia tuntas mengusung satu bait lagu.

He come old flattop
He come groovn' slowly
He got joo-joo eyeball
He one holly roller
He got hair down to his knees
Got to be a joker
He just do what he please..

Lagu yang dicatat oleh majalah Rolling Stones sebagai 9 Terbaik dari 100 lagu hits The Beatles itu terdiri dari empat bait. Konon, tiap bait bercerita tentang kejadian yang dialami empat personel grup legendaris asal Liverpool, Inggris yaitu John Lenon, Paul Mc Cartney, George Horrison, dan Ringo Star.

Secara estafet, Ayu 'menangkap' bait kedua dengan vokalnya yang dalam, tinggi dan mendayu. Dia muncul dari balik tirai panggung di belakang Joan. Ayu merupakan kontestan dari Jogja, Jawa Tengah yang punys ciri khas dalam berpakaian.

Dia mengadopsi gaya pakaian penyanyi hip-hop R&B tanpa melepaskan jatidirinya sebagai muslimah. Sebuah topi menjuntai santai di atas hijabnya.

Ayu merepresentasikan muslimah modern yang sangat progresif; menyukai serta hapal lagu-lagu dengan warna musik menghentak hip hop dan Rock and Blues (R&B), dan juga dia ehm, cantik.

Karakter vokal Ayu kerap dipuji oleh juri Ari Lasso, Armand Maulana, Maia Esthianty, Bunga Citra Lestari dan Judika sebagai penyanyi yang cocok membawakan lagu jenis R&B. 

Perpaduan warna suara Ayu dan Joan sangat klop dalam balutan aransemen musik yang menciptakan harmoni riang.

Tidak mengherankan ketika tuntas menyanyikan  lagu Come Together, keduanya mendapat standing applaus dari keempat juri yang kemudian mengaku terhibur, dan memuji nyaris tanpa cela.

Selain Ayu dan Joan, sebelumnya ada delapan kontestan lain tampil berduet di panggung yang sama. Mereka pasangan duet Glen dan Jodie, Chandra dan Maria, Ghea dan Abdul, serta Marion Jola dan Kevin. Semuanya tampil memukau. Hanya saja, siapa nanti yang akan menjadi Indonesian Idol 2018, sangat ditentukan jumlah suara pemilih terbanyak (vote) melalui short message system (SMS).

Penjurian eliminasi dengan voting suara SMS ini memang tidak adil dan sangat pahit. Toh,  sistem pengkaderan bibit penyanyi pop di ranah industri musik televisi ini sejak awal kemunculannya tahun 2004 sudah membudayakan "juri utama SMS".

Sistem ini tidak memberi peluang para juri untuk menentukan siapa juaranya, kecuali sekadar berupaya menggiring para calon pengirim SMS, untuk setidaknya lebih bijak memilih. Referensi penilaian dan komentar para juri inilah yang menjadi "mainan" divisi program di setiap episode Indonesian Idol. 

Meski juri resmi di studio atau yang tidak resmi (penonton) melihat kemampuan para kontestan adalah yang terbaik, mau tak mau para juri harus rela dikalahkan oleh jumlah SMS sebagai "juri utama".

Itulah mengapa malam itu juri Bunga Citra Lestari menangis saat 'jagoannya' tereliminasi hanya karena kalah kuota SMS dukungan. Demikianlah pesan demokratis program adopsi reality show dari Inggris (Pop Idol) ciptaan Simon Fuller yang di Indonesia disponsori FreemantleMedia.

Tampilan mewah dan gebyar dengan melibatkan juri SMS yang nota bene adalah masyarakat pemilik telepon selular ini membuat greget sendiri, dan Indonesian Idol menjadi pionir, disusul program sejenis yaitu Rising Star, The Voice, dan X Factor. 

Sebelum tulisan ini melantur jauh, kita kembali fokus ke duet Joan dan Ayu saja. Ini untuk menjelaskan benang merah yang dimaksud di awal tulisan, tentang makna yang tersirat dari aksi duet mereka.

Ketika diluar sana masyarakat saling hujat terprovokasi isu SARA yang berpotensi melemahkan persatuan dan kerukunan, Ayu dan Joan mampu mereduksinya dengan cara yang elegant. Keduanya meski berlatar keyakinan berbeda, tetap solid menunjukkan target menjadi idola.

Kita berharap kisruh di wilayah keagamaan berupa aksi penyerangan dan persekusi tokoh pemuka agama dan tempat ibadah di sejumlah tempat beberapa hari ini dapat tereliminasi. Kita ingin Indonesia tenang dan damai dalam keberagaman. **

https://youtu.be/evhBXPVuZZc

"COME TOGETHER"

He come old flattop
He come groovn' slowly
He got joo-joo eyeball
He one holly roller
He got hair down to his knees
Got to be a joker
He just do what he please

He wear no shoeshine
He got toe jam football
He got monkey finger
He Shoot Coca cola
He say, I know you, you know me
One thing I can tell you is
You got to be free

Come Together, right now
Over me

He bag production
He got walrus gumboot
He got Ono sideboard
He one spinal cracker
He got feet down below his knees
Hold you in his armchair
You can feel his disease

Come together, right now
Over me

He roller coaster
He got early warning
He got muddy water
He one Mojo filter
He say one and one and one is three
Got to be good looking
Cause he's so hard to see

Come together, right now
Over me

Come together, yeah
Come together, yeah
Come together, yeah
Come together, yeah

Rabu, 14 Februari 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mendadak ditelepon sutradara film

Sore menjelang maghrib, Selasa (21/3/2017) sebuah pesan Whatsapp bertengger di  handphone  android saya. Terbaca tiga baris pesan: Pak? / Ini Hanung/ Aku bisa telf?/ Saya ragu, apa benar si pengirim pesan sutradara film terkenal itu, atau orang iseng yang mau praktik cyber crime ? Tapi terlihat dari profile foto WA-nya memang dia!. Kemarin, saya menemuinya di Djakarta Theatre di peluncuran trailer dan soundtrack “Kartini”, film yang disutradarainya. Secara khusus, saya berniat mau bertanya soal IBOS. Sejak wawancara pertama tahun 2004 untuk program apresiasi Festival Film Indonesia di TVRI, dan satu frame di acara talkshow Festival Film Jakarta 2006 di JAK-tv, saya tidak intens berkomunikasi meski sesekali bertemu. Nomer kontaknya pun saya tidak punya.  Ada beberapa wartawan di sana. Tapi saya duduk-duduk di tempat agak berjarak dengan kerumunan. Menunggu sampai wartawan selesai bertanya dan saya akan hampiri Hanung. Hampir sejam dia dikepung wa...

Apes atau sue’ kata orang Betawi

Kita pasti punya persoalan hidup dari yang ringan sampai berat tak terangkat. Tapi, pernahkah anda alami yang dalam terminologi orang Betawi atau Jakarta lama disebut sebagai kondisi sue’ , alias apes atau sial? Inilah momen histeris yang dapat membuat 'tergila-gila’... Ini pengalaman saya. Malam sebelum tidur, lampu penerang kamar saya putus. Mau beli gantinya di toko sudah tutup. Jadi, saya putuskan beli lampu besok sambil antar istri ke pasar. Paginya, tubuh terasa segar. Karena ini hari Minggu. Kata bang Rhoma Irama harus dibawa santai. Nyok kita santai.. Jam 09.00 saya siap beli lampu + mengantar juragan mami ke pasar. Motor saya starter,  sekali injak pedal langsung hidup. Saat saya nemplok di jok motor terasa ada yang tidak beres. Saya tengok ke arah bawah belakang, ternyata ban belakang motor kempes. Pagi itu saya pergi ke penambal ban yang berjarak sekitar 1000 meter. Beres langsung jemput 'klien' di rumah.. Singkat cerita, saya dapat lampu baru dan ...

30 Tahun lebih "Nasi Lengko H Barno" Cirebon

Paket lengkap sate, nasi lengko, dan sepiring kecil tahu gejrot yang siap disantap. (foto: tis)  Tigapuluh tahun berlalu, kedai kuliner Nasi Lengko milik Haji Barno tidak berpindah tempat juga tidak merubah racikan bumbunya. Itulah mengapa tempat ini sangat mudah ditemui, dan akrab kepada para pengelana rasa, khususnya pemuja kuliner lokal dari berbagai kota lainnya. Kesempatan pertama saya mencicipi nasi lengko H Barno pada Minggu (19/11/2017) ketika bersama rombongan JK Mania (penggemar Judhi Kristianto Records) dan enam wartawan musik era tahun 80-an plus Wahyu OS (pencipta lagu "Senandung Doa" yang kini berbisnis pertanian)  diajak berkeliling  kota Purwakarta, Subang hingga Cirebon. Kami merasakan sensasi berada di perkebunan buah naga dan durian sampai kulineran di kota kelahiran produser rekaman berusia 81 tahun itu. Para wartawan senior itu adalah Dimas Supriyanto, Alex Palit, Amazon Dalimunthe, Agusblues, Ary Sanjaya dan Herman Wijaya. Saya paling j...